Minggu, 07 November 2010

Dengue Hemorrhagic Fever



1.1 Pendahuluan
Demam berdarah dengue merupakan penyakit pada masyarakat yang penting di dunia ini. Kasus penyakit demam berdarah dengue pertama kali ditemukan di Manila, Filipina pada tahun 1953. Kasus demam berdarah dengue di Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya tahun 1968 dan di Jakarta dengan jumlah penderita yang meninggal 24 orang. Konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1972 sejak pertama kali dikenal di Indonesia. Penyakit yang disebabkan oleh virus dengue ini terutama penting pada kasus-kasus dengan komplikasi yang tidak mendapatkan pengobatan simtomatis yang memadai yang dapat menyebabkan kematian lebih dari 20%. Jumlah rata-rata kasus di berbagai negara sejak tahun 1955 setiap tahun semakin meningkat. Tercatat 514.139.000 kasus pertahun akibat virus dengue di berbagai negara dalam periode 1990-1998. Demam berdarah dengue bersifat endemik di Provinsi Sulawesi Selatan dengan pola terutama disekitar musim hujan dengan insidensi pada yahun 2001 sebanyak 3.888 kasus dengan jumlah kematian 1,88 % dari seluruh kasus yang dilaporkan.1,2
Penyakit demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue yang merupakan anggota genus Flavivirus dari famili Flaviviridae yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Penyakit ini menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah sehingga mengakibatkan perdarahan dan terjadinya perembaesan plasma yang ditandai dengan hemokosentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.3,4
Penyakit demam berdarah dengue sering salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau demam typhoid. Hal ini disebabkan karena infeksi virus dengue yang menyebabkan Demam berdarah dengue bisa bersifat asimtomatik atau tidak jelas gejalanya. Data di bagian anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, menunjukkan pasien demam berdarah dengue sering menunjukkan gejala batuk, pilek, muntah, mual, maupun diare. Masalah bisa bertambah karena virus tersebut dapat masuk bersamaan dengan infeksi penyakit lain seperti flu atau demam typhoid sehingga diperlukan kejelian pemahaman tentang perjalanan penyakit infeksi virus dengue, patofisiologi, dan ketajaman pengamatan klinis. Dengan pemeriksaan klinis yang baik dan lengkap, diagnosis demam berdarah dengue serta pemeriksaan penunjang (laboratorium) dapat membantu terutama bila gejala klinis kurang memadai.5

1.2 Definisi dan Etiologi 6,7
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue serta memenuhi kriteria WHO untuk demam berdarah dengue. Demam berdarah dengue adalah salah satu manifestasi simptomatik dari infeksi virus dengue.
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang merupakan anggota genus Flavivirus dari famili Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm yang terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.
Virus dengue mempunyai 4 serotipe DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam berdarah dengue. Keempat serotipe virus dengue ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak. Reaksi silang dapat terjadi antara serotipe dengue dengan Flavivirus yang lain seperti Yellow fever, Japanese Encephalitis dan West Nile virus.

Manifestasi simptomatik infeksi virus dengue adalah sebagai berikut (gambar 1),
1. Demam tidak terdiferensiasi
2. Demam dengue (dengan atau tanpa perdarahan): demam akut selama2-7 hari, ditandai dengan 2 atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala, nyeri retroorbital, mialgia/ atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan [petekie atau uji bendung positif], leukopenia) dan pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan pasien yang sudah dikonfirmasi menderita demam dengue/ DBD pada lokasi dan waktu yang sama.
3. Demam Berdarah Dengue (dengan atau tanpa renjatan)

1.3 Patogenesis 6
Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis infeksi dengue adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory) dan hipotesis immune enhancement.
Menurut hipotesis infeksi sekunder yang diajukan oleh Suvatte, 1977 (gambar 2),



sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan terpicu, menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit dan menghasilkan titer tinggi IgG antidengue. Karena bertempat di limfosit, proliferasi limfosit juga menyebabkan tingginya angka replikasi virus dengue. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnya cairan dalam rongga serosa.
Hipotesis immune enhancement menjelaskan secara tidak langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita demam berdarah dengue berat. Antibodi herterolog yang telah ada akan mengenali virus lain kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari membran leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.

1.4 Diagnosis
Demam dengue merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut :
 Nyeri kepala
 Nyeri retroorbital
 Nyeri otot atau nyeri sendi
 Ruam kulit
 Manifestasi perdarahan (ptechiae atau uji torniquet positif)
 Leukopenia dan pemeriksaan serologi positif.
Berdasarkan kriteria World Health Organization (WHO) pada tahun 1997,6,7 diagnosis demam berdarah dengue ditegakkan bila semua hal ini terpenuhi,
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif; petekie, ekimosis, atau purpura, perdarahan mukos (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), hematemesis dan melena.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml). 4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma, yakni sebagai berikut :  Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis kelamin.
 Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
 Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia, hiponatremia.
Referensi lain menyebutkan,8 Untuk mendignosis penyakit demam berdarah dengue dipakai patokan kriteria klinik dari World Health Organization (WHO) (1999) sebagai berikut:
a. Demam mendadak tanpa penyebab yang jelas serta disertai penurunan aktifitas dan nafsu makan.
b. Timbul perdarahan baik di gigi, mulut, hidung, kulit, atau tinja.
c. Demam yang disertai kemerahan di wajah dan leher serta muntah.
d. Tiba-tiba terjadi penurunan suhu tubuh setelah beberapa waktu penderita mengalami demam. Gejala ini diiringi dengan rasa gelisah, sakit perut, dan badan lemas.
Spektrum klinis demam berdarah dengue mempunyai 4 derajat (WHO, 1999), yaitu :
o Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji torniquet.
o Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdaran lain.
o Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.
o Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
Keempat derajat tersebut ditunjukkan pada gambar berikut.



1.5 Pemeriksaan Penunjang 6,7
1.5.1 Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium darah rutin meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya
limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke 3).
Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :
 Leukosit, dapat menunjukkan nilai normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15 % dari total jumlah yang pada fase syok akan meningkat.
 Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
 Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkata hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, biasanya pada demam hari ke-3.
 Hemostasis: pemeriksaan PT, aPTT, fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
 Protein/albumin: hipoproteinemia dapat terjadi akibat kebocoran plasma.
 SGOT/SGPT: ini dapat meningkat.
 Ureum dan kreatinin: ini dapat meningkat bila terdapat gangguan fungsi ginjal.
 Elektrolit: parameter pemantauan pemberian cairan.
 Golongan darah dan cross match: ini dilakukan bila akan diberikan transfusi darah atau komponen darah.
 Uji HI: pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang perawatan yang bertujuan untuk kepentingan surveilans.

Uji diagnostik melalui pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular dapat dilakukan untuk membuktikan etiologi demam berdarah dengue. Di antara tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi virus. Namun, metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 1–2 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Oleh karena keterbatasan ini, seringkali yang dipilih adalah metode diagnosis molekuler dengan deteksi materi genetik virus melalui pemeriksaan reverse transcriptionpolymerase chain reaction (RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil yang lebih sensitif dan lebih cepat bila dibandingkan dengan isolasi virus, tapi pemeriksaan ini juga relatif mahal serta mudah mengalami kontaminasi yang dapat menyebabkan timbulnya hasil positif semu. Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue. Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3 dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan pada infeksi sekunder dapat terdeteksi mulai hari ke 2.

1.5.2 Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis seperti foto dada dapat mendeteksi adanya efusi pleura, terutama pada hemithoraks kanan. Efusi pleura dapat ditemukan pada kedua hemithoraks bila terjadi perembesan plasma hebat. Pemeriksaan rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan atau pasien tidur pada sisi sebelah kanan. Pemeriksaan USG dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya asites dan efusi pleura.

1.6 Penatalaksanaan
Terapi demam berdarah dengue pada dasarnya bersifat suportif dan simtomatis. Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan.Hal terpenting yang perlu dilakukan dalam pemberian terapi cairan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris. Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Proses kebocoran plasma akan berkurang pada hari ke-7 dan cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada kondisi tersebut secara bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah pemberian cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun ascites yang masif perlu selalu diwaspadai. Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada trombositopenia yang berat) dan pemberian makanan dengan kandung-an gizi yang cukup, lunak dan tidak mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi saluaran cerna. Sebagai terapi simptomatis, dapat diberikan antipiretik berupa parasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasi
keluhan dispepsia. Pemberian aspirin ataupun obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari karena berisiko terjadinya perdarahan pada saluran cerna
bagaian atas (lambung/duodenum).
Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan demam berdarah dengue dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori, sebagai berikut:
1. Penanganan tersangka demam berdarah dengue tanpa syok.
2. Pemberian cairan pada tersangka demam berdarah dengue dewasa di ruang rawat.
3. Penatalaksanaan demam berdarah dengue dengan peningkatan hematokrit >20%.
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada demam berdarah dengue dewasa
5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa.

Penanganan tersangka DBD tanpa syok

Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat

Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%

Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa

0 komentar:

Posting Komentar