Sabtu, 27 November 2010

Luka Bakar

DEFENISI
Luka Bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik ataupun radiasi.

PATOFISIOLOGI
1. Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terkena suhu tinggi rusak sel darah yang di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia
2. Meningkatnya permeabilitas, menyebabkan oedem dan menimbulkan bula dengan
membawa serta elektrolit. Hal ini menyebabkan berkurangnya volume cairan
intra vaskuler. Tubuh kehilangan cairan antara ½ % - 1 %, “Blood Volume ”
setiap 1 % luka bakar.
Kerusakan kult akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan tambahan
karena penguapan yang berlebih (insensible water loss meningkat).
3. Bila luka bakar lebih dari 20 % akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang
khas yaitu : gelisah, pucat dingin berkeringat, nadi kecil, dan cepat, tekanan darah
menurun dan produksi urine menurun (kegagalan fungsi ginjal).
4. Pada kebakaran daerah muka dapat terjadi kerusakan mukosa jalan nafas karena
gas, asap atau uap panas yang terisa. Gejala yang timbul adalah sesak nafas,
takipneu, stridor, suara serak dan berdahak berwarna gelap karena jelaga.
Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lain. CO akan mengikat
hemoglobin dengan kuat sehingga tak mampu mengikat oxygen lagi.
Tanda keracunan yang ringan adalah lemas, binggung, pusing, mual dan muntah.
Pada keracunan berat terjadi koma. Bila lebih 60 % hemoglobin terikat CO,
penderita akan meninggal.
5. Pada luka bakar yang berat terjadi ileus paralitik.
Stres dan beban faali yang terjadi pada luka bakar berat dapat menyebabkan tukak
di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang sama gejala tukak peptic.
Kelainan ini dikenal dengan “Tukak Curling” yang dikhawatirkan pada tukak
Curling ini adalah pendarahan yang timbul sebagai hematesis melena.

FREKUENSI :
Di Amerika di laporkan sekitar 2 sampai 3 juta penderita setiap tahunnya dengan
jumlah kematian 5 - 6 ribu kematian pertahun, sedangkan di Indonesia belum ada
laporan tertulis.
Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo Jakarta pada tahun 1998 di laporkan 107 kasus
luka bakar yang dirawat, dengan angka kematian 37,38 sedangkan di Rumah Sakit Dr.
Sutomo Surabaya pada tahun 2000 dirawat 106 kasus luka bakar, kematian 26, 41 %

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS
o Secara klinis
o Laboratorium : Hb, Hematokrit, Elektrolit, dsb

KOMPLIKASI
1. Syok karena kehilangan cairan.
2. Sepsis / toksis.
3. Gagal Ginjal mendadak
4. Peneumonia

PROGNOSA :
 Tergantung derajad luka bakar.
 Luas permukaan
 Daerah yang terkena, perineum, ketiak, leher dan tangan karena sulit perawatan
dan mudah kontraktur.
 Usia dan kesehatan penderita.

FASE LUKA BAKAR
Untuk mempermudah penanganan luka bakar maka dalam perjalanan penyakitnya
dibedakan dalam 3 fase akut, subakut dan fase lanjut. Namun demikian pembagian
fase menjadi tiga tersebuttidaklah berarti terdapat garis pembatas yang tegas diantara
ketiga fase ini. Dengan demikian kerangka berpikir dalam penanganan penderita tidak
dibatasi oleh kotak fase dan tetap harus terintegrasi. Langkah penatalaksanaan fase
sebelumnya akan berimplikasi klinis pada fase selanjutnya.

1. Fase akut / fase syok / fase awal.
Fase ini mulai dari saat kejadian sampai penderita mendapat perawatan di IRD /
Unit luka bakar. Pada fase ini penderita luka bakar, seperti penderita trauma
lainnya, akan mengalami ancaman dan gangguan airway (jalan napas), breathing
(mekanisme bernafas) dan gangguan circulation (sirkulasi). Gangguan airway
tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terjadi trauma , inhalasi
dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi merupakan penyebab kematian
utama penderita pada fase akut. Pada fase ini dapat terjadi juga gangguan
keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termal/panas yang
berdampak sistemik. Adanya syok yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut
dengan keadaan hiperdinamik yang masih berhubungan akibat problem
instabilitas sirkulasi.
Permasalahan dan penanganan pada fase ini akan menjadi bahasan utama dalam
makalah ini.

2. Fase Subakut
Fase ini berlangsung setelah fase syok berakhir atau dapat teratasi. Luka yang
terjadi dapat menyebabkan beberapa masalah yaitu :
a. Proses inflamasi atau infeksi.
b. Problem penutupan luka
c. Keadaan hipermetabolisme.

3. Fase Lanjut
Fase ini penderita sudah dinyatakan sembuh tetapi tetap dipantau melalui rawat
jalan. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang
hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan timbulnya kontraktur.

PENYEBAB LUKA BAKAR
Berdasarkan penyebab luka bakar, luka bakar dibedakan atas beberapa jenis
penyebab, antara lain :
1. Luka bakar karena api
2. Luka bakar karena air panas
3. Luka bakar karena bahan kimia
4. Luka bakar karena listrik, petir dan radiasi
5. Luka bakar karena sengatan sinar matahari.
6. Luka bakar karena tungku panas/udara panas
4
7. Luka bakar karena ledakan bom.

DERAJAT KEDALAMAN
Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung pada derajat panas
sumber, penyebab dan lamanya kontak dengan tubuh penderita. Dahulu Dupuytren
membagi atas 6 tingkat, sekarang lebih praktis hanya dibagi 3 tingkat/derajat, yaitu
sebagai berikut:
1. Luka bakar derajat I :
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (surperficial), kulit hipermik berupa
eritem, tidak dijumpai bullae, terasa nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik
teriritasi. Penyembuhan terjadi secara spontan tanpa pengobatan khusus.

2. Luka bakar derajat II
Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi
disertai proses eksudasi. Terdapat bullae, nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik
teriritasi.
Dibedakan atas 2 (dua) bagian :
A. Derajat II dangkal/superficial (IIA)
Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari corium/dermis.
Organ – organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebecea masih banyak.
Semua ini merupakan benih-benih epitel. Penyembuhan terjadi secara spontan
dalam waktu 10-14 hari tanpa terbentuk cicatrik.
B. Derajat II dalam / deep (IIB)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa – sisa jaringan
epitel tinggal sedikit. Organ – organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar
keringat, kelenjar sebacea tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi lebih lama dan
disertai parut hipertrofi. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari
satu bulan.

3. Luka bakar derajat III
Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih dalam sampai
mencapai jaringan subkutan, otot dan tulang. Organ kulit mengalami kerusakan,
tidak ada lagi sisa elemen epitel. Tidak dijumpai bullae, kulit yang terbakar
berwarna abu-abu dan lebih pucat sampai berwarna hitam kering. Terjadi
koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai esker. Tidak
dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi karena ujung – ujung sensorik rusak.
Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi epitelisasi spontan.

LUAS LUKA BAKAR
Wallace membagi tubuh atas bagian – nagian 9 % atau kelipatan dari 9 terkenal
dengan nama Rule of Nine atau Rule of Wallace.
Kepala dan leher : 9 %
Lengan : 18 %
Badan Depan : 18 %
Badan Belakang : 18 %
Tungkai : 36 %
Genitalia/perineum : 1 %
Total : 100 %

Dalam perhitungan agar lebih mempermudah dapat dipakai luas telapak tangan
penderita adalah 1 % dari luas permukaan tubuhnya. Pada anak –anak dipakai
modifikasi Rule of Nine menurut Lund and Brower, yaitu ditekankan pada umur 15
tahun, 5 tahun dan 1 tahun.

KRITERIA BERAT RINGANNYA
(American Burn Association)
1. Luka Bakar Ringan.
- Luka bakar derajat II <15 % - Luka bakar derajat II < 10 % pada anak – anak - Luka bakar derajat III < 2 % 2. Luka bakar sedang - Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang dewasa - Luka bakar II 10 – 20 5 pada anak – anak - Luka bakar derajat III < 10 % 3. Luka bakar berat - Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang dewasa - Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak – anak. - Luka bakar derajat III 10 % atau lebih - Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan genitalia/perineum. - Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain. PENATALAKSANAAN PENDERITA LUKA BAKAR FASE AKUT. Pada penanganan penderita dengan trauma luka bakar, seperti pada penderita trauma – trauma lainnya harus ditangani secara teliti dan sistematik. I. Evaluasi Pertama (Triage) A. Airway, sirkulasi, ventilasi Prioritas pertama penderita luka bakar yang harus dipertahankan meliputi airway, ventilasi dan perfusi sistemik. Kalau diperlukan segera lakukan intubasi endotrakeal, pemasangan infuse untuk mempertahankan volume sirkulasi B. Pemeriksaan fisik keseluruhan. Pada pemeriksaan penderita diwajibkan memakai sarung tangan yang steril, bebaskan penderita dari baju yang terbakar, penderita luka bakar dapat pula mengalami trauma lain, misalnya bersamaan dengan trauma abdomen dengan adanya internal bleeding atau mengalami patah tulang punggung / spine. C. Anamnesis Mekanisme trauma perlu diketahui karena ini penting, apakah penderita terjebak dalam ruang tertutup sehingga kecurigaan adanya trauma inhalasi yang dapat menimbulkan obstruksi jalan napas. Kapan kejadiannya terjadi, serta ditanyakan penyakit – penyakit yang pernah di alami sebelumnya. D. Pemeriksaan luka bakar Luka bakar diperiksa apakah terjadi luka bakar berat, luka bakar sedang atau ringan. 1. Ditentukan luas luka bakar. Dipergunakan Rule of Nine untuk menentukan luas luka bakarnya. 2. Ditentukan kedalaman luka bakar (derajat kedalaman) II. Penanganan di Ruang Emergency 1. Diwajibkan memakai sarung tagan steril bila melakukan pemeriksaan penderita. 2. Bebaskan pakaian yang terbakar. 3. Dilakukan pemeriksaan yang teliti dan menyeluruh untuk memastikan adnya trauma lain yang menyertai. 4. Bebaskan jalan napas. Pada luka bakar dengan distress jalan napas dapat dipasang endotracheal tube. Traheostomy hanya bila ada indikasi. 5. Pemasangan intraveneous kateter yang cukup besar dan tidak dianjurkan pemasanga scalp vein. Diberikan cairan ringer Laktat dengan jumlah 30-50 cc/jam untuk dewasa dan 20-30 cc/jam untuk anak – anak di atas 2 tahun dan 1 cc/kg/jam untuk anak dibawah 2 tahun. 6. Dilakukan pemasangan Foley kateter untuk monitor jumlah urine produksi. Dicatat jumlah urine/jam. 7. Di lakukan pemasangan nosogastrik tube untuk gastric dekompresi dengan intermitten pengisapan. 8. Untuk menghilangkan nyeri hebat dapat diberikan morfin intravena dan jangan secara intramuskuler. 9. Timbang berat badan 10. Diberikan tetanus toksoid bila diperlukan. Pemberian tetanus toksoid booster bila penderita tidak mendapatkannya dalam 5 tahun terakhir. 11. Pencucian Luka di kamar operasi dalam keadaan pembiusan umum. Luka dicuci debridement dan di disinfektsi dengan salvon 1 : 30. Setelah bersih tutup dengan tulle kemudian olesi dengan Silver Sulfa Diazine (SSD) sampai tebal. Rawat tertutup dengan kasa steril yang tebal. Pada hari ke 5 kasa di buka dan penderita dimandikan dengan air dicampur Salvon 1 : 30 12. Eskarotomi adalah suatu prosedur atau membuang jaringan yang mati (eskar)dengan teknik eksisi tangensial berupa eksisi lapis demi lapis jaringan nekrotik sampai di dapatkan permukaan yang berdarah. Fasiotomi dilakukan pada luka bakar yang mengenai kaki dan tangan melingkar, agar bagian distal tidak nekrose karena stewing. 13. Penutupan luka dapat terjadi atau dapat dilakukan bila preparasi bed luka telah dilakukan dimana didapatkan kondisi luka yang relative lebih bersih dan tidak infeksi. Luka dapat menutup tanpa prosedur operasi. Secara persekundam terjadi proses epitelisasi pada luka bakar yang relative superficial. Untuk luka bakar yang dalam pilihan yang tersering yaitu split tickness skin grafting. Split tickness skin grafting merupakan tindakan definitive penutup luka yang luas. Tandur alih kulit dilakukan bila luka tersebut tidak sembuh – sembuh dalam waktu 2 minggu dengan diameter > 3 cm.

PENANGANAN SIRKULASI
Pada luka bakarberat / mayor terjadi perubahan permeabilitaskapiler yang akan diikuti
dengan ekstrapasi cairan (plasma protein dan elektrolit) dari intravaskuler ke jaringan
interfisial mengakibatkan terjadinya hipovolemic intra vaskuler dan edema
interstisial. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik tergangu sehingga
sirkulasi kebagian distal terhambat, menyebabkan gangguan perfusi / sel / jaringan /
organ.
Pada luka bakar yang berat dengan perubahan permeabilitas kapiler yang hamper
menyeluruh, terjadi penimbunan cairan massif di jaringan interstisial menyebabkan
kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami deficit, timbul
ketidakmampuan menyelenggaraan proses transportasi oksigen ke jaringan. Keadaan
ini dikenal dengan sebutan syok. Syok yang timbul harus diatasi dalam waktu singkat,
untuk mencegah kerusakan sel dan organ bertambah parah, sebab syok secara nyata
bermakna memiliki korelasi dengan angka kematian.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa penatalaksanaan syok dengan metode
resusutasi cairan konvensional (menggunakan regimen cairan yang ada) dengan
penatalaksanaan syok dalam waktu singkat, menunjukkna perbaikkan prognosis,
derajat kerusakan jaringan diperkecil (pemantauan kadar asam laktat), hipotermi
dipersingkat dan koagulatif diperkecil kemungkinannya, ketiganya diketahui memiliki
nilai prognostic terhadap angka mortalitas.
Pada penanganan perbaikan sirkulasi pada luka bakar dikenal beberapa formula
berikut :
- Evans Formula
- Brooke Formula
- Parkland Formula
- Modifikasi Formula
- Monafo Formula

RESUSTASI CAIRAN
BAXTER formula
Hari Pertama :
Dewasa : Ringer Laktat 4 cc x berat badan x % luas luka bakar per 24 jam
Anak : Ringer Laktat: Dextran = 17 : 3
2 cc x berat badan x % luas luka ditambah kebutuhan faali.

Kebutuhan faali :
< 1 Tahun : berat badan x 100 cc 1 – 3 Tahun : berat badan x 75 cc 3 – 5 Tahun : berat badan x 50 cc ½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. ½ diberikan 16 jam berikutnya. Hari kedua Dewasa : ½ hari I Anak : diberi sesuai kebutuhan faali Menurut Evans - Brooke Cairan yang dibutuhkan : 1. RL / NaCl = luas combustio ……% X BB/ Kg X 1 cc 2. Plasma = luas combustio ……% X BB / Kg X 1 cc 3. Pengganti yang hilang karena penguapan D5 2000 cc Hari I : 8 jam I --> 1/2 (1+2+3)
16jam berikutnya --> 1/2 sisa
Hari II -->1/2 hari I
Hari ke III ---> 1/2 hari II

PENANGANAN PERNAPASAN
Trauma inhalasi merupakan faktor yang secara nyata memiliki kolerasi dengan angka
kematian. Kematian akibat trauma inhalasi terjasi dalam waktu singkat 8 sampai 24
jam pertama pasca operasi.
Pada kebakaran dalam ruangan tertutup atau bilamana luka bakar mengenai daerah
muka / wajah dapat menimbulkan kerusakan mukosa jalan napas akibat gas, asap atau
uap panas yang terhisap. Edema yang terjadi dapat menyebabkan gangguan berupa
hambatan jalan napas karena edema laring.
Trauma panas langsung adalah terhirup sesuatu yang sangat panas, produk produk
yang tidak sempurna dari bahan yang terbakar seperti bahan jelaga dan bahan khusus
yang menyebabkan kerusakan dari mukosa lansung pada percabangan
trakheobronkhial.
Keracunan asap yang disebabkan oleh termodegradasi material alamiah dan materi
yang diproduksi. Termodegradasi menyebabkan terbentuknya gas toksik seperti
hydrogen sianida, nitrogen oksida, hydrogen klorida, akreolin dan partikel – partikel
tersuspensi. Efek akut dari bahan kimia ini menimbulkan iritasi dan bronkokonstriksi
pada saluran napas. Obstruksi jalan napas akan menjadi lebih hebat akibat adanya
tracheal bronchitis dan edem.
Efek intoksikasi karbon monoksida (CO) mengakibatkan terjadinya hipoksia
jaringan. Karbon monoksida (CO) memiliki afinitas yang cukup kuat terhadap
pengikatan hemoglobin dengan kemampuan 210 – 240 kali lebih kuat disbanding
kemampuan O2. Jadi CO akan memisahkan O2 dari Hb sehingga mengakibatkan
hipoksia jaringan.
Kecurigaan adanya trauma inhalasi bila pada penderita luka bakar mengalami hal
sebagai berikut.
1. Riwayat terjebak dalam ruangan tertutup.
2. Sputum tercampur arang.
3. Luka bakar perioral, termasuk hidung, bibir, mulut atau tenggorokan.
4. Penurunan kesadaran termasuk confusion.
5. Terdapat tanda distress napas, seperti rasa tercekik. Tersedak, malas bernafas atau
adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atau tenggorokan,
menandakan adanya iritasi mukosa.
6. Adanya takipnea atau kelainan pada auskultasi seperti krepitasi atau ronhi.
7. Adanya sesak napas atau hilangnya suara.
13
Bilamana ada 3 tanda / gejala diatas sudah cukup dicurigai adanya trauma inhalasi.
Penanganan penderita trauma inhalasi bila tanpa distress pernapasan maka harus
dilakukan trakheostomi. Penderita dirawat diruang resusitasi instalasi gawat darurat
sampai kondisi stabil.

MONITORING PENDERITA LUKA BAKAR FASE AKUT
Monitoring penderita luka bakar harus diikuti secara cermat. Pemeriksaan fisik
meliputi inspeksi, penderita palpasi, perkusi dan auskultasi adalah prosedur yang
harus dilakukan pada perawatan penderita. Pemeriksaan laboratoris untuk monitoring
juga dilakukan untuk mengikuti perkembanagn keadaan penderita. Monitoring
penderita kita dibagi dalam 3 situasi yaitu pada saat di triage, selama resusitasi (0-72
jam pertama)dan pos resustasi.
I. Triage – Intalasi Gawat Darurat
A. A-B-C : Pada waktu penderita datang ke Rumah sakit, harus dinilai dan dilakukan
segera diatasi adakah problem airway, breathing, sirkulasi yang segera diatasi life
saving. Penderitaluka bakar dapat pula mengalami trauma toraks atau mengalami
pneumotoraks.
B. VITAL SIGN : Monitoring dan pencatatan tekanan darah, repsirasi, nadi, rectal
temperature. Monitoring jantung terutama pada penderita karena trauma listrik,
dapat terjadi aritmia ataupun sampai terjadi cardiac arrest.
C. URINE OUTPUT : Bilamana urine tidak bisa diukur maka dapat dilakukan
pemasangan foley kateter. Urine produksi dapat diukur dan dicatat tiap jam.
Observasi urine diperiksa warna urine terutama pada penderita luka bakar derajat
III atau akibat trauma listrik, myoglobin, hemoglobin terdapat dalam urine
menunjukkna adanya kerusakaan yang hebat.

II. MONITORING DALAM FASE RESUSITASI
(sampai 72 jam)
1. Mengukur urine produksi. Urine produksi dapat sebagai indikator apakah
resusitasi cukup adekuat / tidak. Pada orang dewasa jumlah urine 30-50 cc
urine/jam.
14
2. Berat jenis urine. Pascatrauma luka bakar jenis dapat normal atau meningkat.
Keadaan ini dapat menunjukkna keadaan hidrasi penderita. Bilamana berat jenis
meningkat berhubungan dengan naiknya kadar glukosa urine.
3. Vital Sign
4. pH darah.
5. Perfusi perifer
6. laboratorium
a. serum elektrolit
b. plasma albumin
c. hematokrit, hemoglobin
d. urine sodium
e. elektrolit
f. liver function test
g. renal function tes
h. total protein / albumin
i. pemeriksaan lain sesuai indikasi
7. Penilaian keadaan paru
Pemeriksaan kondisi paru perlu diobservasi tiap jam untuk mengetahui adanya
perubahan yang terjadi antara lain stridor, bronkhospam, adanya secret, wheezing,
atau dispnae merupakan adannya impending obstruksi.
Pemeriksaan toraks foto ini. Pemeriksaan arterial blood gas.
8. Penilaian gastrointestinal.
Monitoring gastrointestinal setiap 2-4 jam dengan melakukan auskultasi untuk
mengetahui bising usus dan pemeriksaan sekresi lambung. Adanya darah dan pH
kurang dari 5 merupakan tanda adanya Culing Ulcer.
9. Penilaian luka bakarnya.
Bila dilakukan perawatan tertutup, dinilai apakah kasa basah, ada cairan berbau
atau ada tanda-tanda pus maka kasa perlu diganti. Bila bersih perawatan
selanjutnya dilakukan 5 hari kemudian.
Luka Bakar yang Perlu Perawatan Khusus
1. Luka Bakar Listrik.
2. Luka Bakar dengan trauma Inhalasi
3. Luka Bakar Bahan Kimia
4. Luka Bakar dengan kehamilan

Luka Bakar listrik
Luka bakar bisa karena voltase rendah atau voltase tinggi. Kerusakan jaringan tubuh
disebabkan karena beberapa hal berikut :
1. Aliran listrik (arus bolak-balik, alternating current / AC) merupakan energi
dalam jumlah besar. Berasal dari sumber listrik, melalui bagian tubuh yang
memiliki resistensi paling rendah (cairan, darah / pembuluh darah). Aliran
listrik dalam tubuh menyebabkan kerusakan akibat yang ditimbulkan oleh
resistensi. Kerusakan dapat bersifat ekstensif local maupun sistemik
(otak/ensellopati, jantung/fibrilisasi ventrikel, otot/ rabdomiosis, gagal ginjal,
dan sebagai berikut).
2. Loncatan energi yang ditimbulkan oleh udara yang berubah menjadi api.
3. Kerusakan jaringan bersifat lambat tapi pasti dan tidak dapat diperkirakan
luasnya. Hal ini di sebabkan akibat kerusakan system pembuluh darah di
sepanjang bagian tubuh yang dialiri listrik (trombosis, akulasi kapiler)

PENANGANAN/SPECIAL MANAGEMENT
A. PRIMARY SURVEY
a. Airway – cervical spine.
b. Breathing
c. Circulation
d. Disability-Pemeriksaan kesadaran GCS dan periksa pupil
e. Exposure-cegah penderita dari hipotermi.
B. SECOUNDARY SURVEY
1. Pemeriksaan dari kepala sampai kaki.
2. Pakaian dan perhiasan dibuka
a. Periksa titik kontak
b. Estimasi luas luka bakar / derajat luka bakarnya.
c. Pemeriksaan neurologist
d. Pemeriksaan traumalain, patah tulang/dilokasi.
e. Kalau perlu dipasang endotrakeal intubasi.
C. RESUSITASI
1. Bila didapatkan luka bakar, dapat diberikan cairan 2-4 cc/kg/ luas luka bakar.
2. Kalau didapatkan haemocromogen (myoglobin), urine output dipertahankan
antara 75-100 cc/jam sampai tampak menjadi jernih.
3. Sodium bicarbonate dapat ditambahkan pada ringer laktat sampai pH > 6,0
4. Monitor jarang dipergunakan.
D. CARDIAC MONITORING
1. Monitoring ECG kontinu untuk disritmia.
2. ventricular fibrilasi, asystole dan aritmia diterapi sesuai Advanced Cardiac Live
Support.

III. MONITORING POST RESUSITASI
(72 jam pascatrauma)
Hal hal yang perlu diobservasi setiap harinya secara sistematik dan teliti meliputi
observasi klinis dan data pemeriksaan laboratorium yaitu :
1. Cairan – elektrolit
2. Keadaan luka bakarnya
3. Kondisi potensial infeksi
4. Status nutrisi / gizi
Luka bakar dengan trauma inhalasi
 Pada kebakaran dalam ruangan tertutup (in door)
 Luka bakar mengenai daerah muka / wajah
 Dapat merusak mukosa jalan napas
 Edema laring  hambatan jalan napas.
Gejala
 Sesak napas
 Takipnea
 Stridor
 Suara serak
 Dahak berwarna gelap (jelaga)
Hati – hati kasus trauma inhalasi  mematikan
Mekanisme kerusakan saluran napas.
1. Trauma panas langsung
Terhirupnya sesuatu yang panas, produk dari bahan yang terbakar, seperti jelaga
dan bahan khusus menyebabkan kerusakan mukosa langsung pada percabangan
trakeobronkial.
2. Keracunan asap yang toksik
Akibat termodegradasi material alamiah dan material yang diproduksi 
terbentuk gas toksik (beracun), misalnya hydrogen sianida, nitrogen dioksida,
nitrogen klorida, akreolin  iritasi dan bronkokonstriksi saluran napas. Obstruksi
jalan napas akan menjadi lebih hebat akibat trakealbronkitis dan edema.
3. Intoksikasi karbon monoksida (CO)
Intoksikasi CO  hipoksia jaringan. Gas CO memiliki afinitas cukup kuat
terhadap pengikatan hemoglobin (210-240 kali lebih kuat di banding dengan O2)
CO  memisahkan O2 dari Hb  hipoksia jarinagn. Peningkatan kadar
karboksihemoglobin (COHb) dapat dipakai untuk evaluasi berat / ringannya
intoksikasi CO.

KLINIS
Kecurigaan adanya trauma inhalasi bila pada penderita luka bakar terdapat 3
atau lebih dari keadaan berikut :
1. Riwayat terjebak dalam rumah/ ruangan terbakar
2. Sputum tercampur arang
3. Luka bakar perioral, hidung, bibir, mulut atau tenggorokan.
4. penurunan kesadaran.
5. Tanda distress napas, rasa tercekik, tersedak, malas bernapas dan adanya
wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atau tenggorokan (iritasi mukosa)
6. Gejala distress napas. Takipea
7. Sesak atau tidak ada suara.
Pada fase awal  kerusakan saluran napas akibat efek toksik yang langsung terhirup
Pada fase lanjut  edema paru dengan terjadinya hpoksemia progresif  ARDS

Korelasi tingkat keracunan CO / presentase COHb dengan kelainan neurologist
Kadar Keracunan CO Kelainan Neurologis
10-20 % (ringan) sakit kepala, binggung, mual
20-40 % (sedang) lekas marah, pusing, lapangan
penglihatan menyempit
40-60 % (berat) Halusinasi, ataksia, konvulsi atau koma,
takipnea
Pemeriksaan tambahan :
1. Kadar karboksihemoglobin (COHb)
Pada trauma inhalasi, kadar COHb 35-45 % (berat), bahkan setelah 3 jam dari
kejadian, kadar COHb pada batas 20-25 %. Bila kadar COHb lebih dari 15 %
setelah 3 jam kejadian  bukti kuat terjadi taruama inhalasi.
2. Gas Darah
PaO2 yang rendah (kurang dari 10 kPa pada konsentrasi oksigen 50%, FiO2 = 0,5)
mencurigakan adanya trauma inhalasi. PaO2 biasanya normal pada fase awal,
tetapi dapat meningkat pada fase lanjut.
3. Foto Toraks  biasanya normal pada fase awal
4. Bronkoskopi Fiberoptic
Bila terdapat sputum beraran, edema mukosa, adanya bintik – bintik pendarahan
dan ulserasi  diagnosa trauma inhalasi.
5. Tes Fungsi paru
Scan Paru Xenon  tidak praktis.
Diagnosa Trauma Inhalasi :
1. Kecurigaan klinis
2. Riwayat kejadian
3. Pemeriksaan gad darh dan kadr COHb
4. Dikonfirmasi dengan bronkoskopi fiberoptic
5. pemeriksaan fungsi paru.

PENATALAKSANAAN
Tanpa Distres Pernapasan :
1. Intubasi / pipa endotrakeal.
2. Pemberian oksigen 2-4 liter / menit
3. Penghisapan secret secara berkala.
4. Humidifikasi dengan nebulizer.
5. Pemberian bronkodilator (Ventolin ® inhalasi)
6. Pemantauan gejala dan tanda distress pernapasan
A. Gejala Subyektif : gelisah, sesak napas.
B. Gejala Obyektif : Frekuensi napas meningkat ( > 30 kali / menit), sianotik,
stridor, aktivitas otot pernapasan tambahan, perubahannilai hasil
pemeriksaan analisis gas darah (8jam pertama . 24 jam sampai 4-5 hari.
C. Pemeriksaan :
1. Analisa gas darah
a. pada saat pertama kali (resusitasi)
b. 8 jam pertama
c. Setelah 24 jam kejadian
d. Selanjutnya sesuai kebutuhan
2. foto toraks 24 jam pasca kejadian.
7. Pemeriksaan radiologik (foto toraks) dikerjakan bila ada masalah pada jalan
napas.
8. Posisi penderita duduk/etengah duduk, dirawat di bed observasi
9. Pelaksanaan di ruang resusitasi gawat darurat
Dengan Distres Pernapasan
Kasus ini diperlakukan secara khusus
Untuk mengatasi masalah distress pernapasan yang dijumpai :
1. Dilakukan trakeostomi dengan local anestesi, dengan atau tanpa kanul
trakeostomi.
2. Pemberian oksigen 2 - 4 liter /menit melalui trakeostomi.
3. Pembersihan secret saluran pernapasan secara berkala serta bronchial washing.
4. Humidifikasi dengan nebulizer.
5. Pemberian bronkodilator (Ventolin ® inhalasi setiap 6 jam.
6. Pemantauan gejala dan tanda distress pernapasan.
A. Gejala subyektif : gelisah, sesak napas (dispnea)
B. Gejala obyektif : frekuensi napas meningkat (30-40 kali / menit),
sianotik, stridor, aktivitas otot pernapasan tambahan, perubahan hasil
pemeriksaan analisis gas darah 98 jam pertama). Gambaran hasil
infitrat paru dijumpai > 24 jam samapi 4-5 hari.
7. Pemeriksaan radiologik (foto toraks) dikerjakan bila masalah pernapasan telah
diatasi.
8. kasus ini dirawat pada bed observasi dengan posisi duduk atau setengah
duduk.
9. Pelaksanaan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat.
Luka Bakar Kimia.
 Di Amerika Serikat terdapat 500.000 jenis kimia yang beredar. Sekitar 30.000
jenis yang berbahaya.
 Dilaporkan 2-6 % kejadian luka bakar karena bahan kimia
Klafisikasi Bahan kimia :
1. Alkalis/Basa
Hidroksida, soda kaustik, kalium amoniak, litium, barium, kalsium atau bahan –
bahan pembersih dapat menyebabkan liquefaction necrosis dan denaturasi protein.
2. Acids/Asam
Asam hidroklorat, asam aksalat, asam sulfat, pembersih kamar mandi atau kolam
renang dapat menyebabkan kerusakan coagulation necrosis.
3. Organic Compounds
Fenol, creosote, petroleum, sebagai desinfektan kimia yang dapat
menyebabkankerusakana kutaneus, efek toksis terhadap ginjal dan liver.
Berat / ringannya trauma tergantung :
1. bahan
2. Konsentrasi
3. Volume
4. Lama kontak
5. Mekanisme trauma
21
Penatalaksanaan :
1. Bebaskan pakaian yang terkena
2. Irigasi dengan air yang kontinu
3. Hilangkan ras nyeri
4. Perhatikan airway, breathing dan circulation
5. Indenifikasi bahan penyebab.
6. Perhatikan bila mengenai mata.
7. Penanganan selajutnya sama seperti penanganan luka bakar.
Luka Bakar dan kehamilan
 Hati –hati terhadap komplikasi
 Komplikasi pada ibu dan janin
 Pada luka 60 % atau lebih menimbulkan terminasi spontan dari kehamilan.
Penatalaksanaan:
1. Segera dilakukan stabilisasi airway. Hipoksia dapat terjadi pada ibu dan janin
2. Distress napas hipoksia dapat menimbulkan resistensi vaskuler pada uterus,
mengurangiuterus blood flow dan oksigen ke janin menurun.
3. Monitoring janin
4. Konsultasi dengan spesialis kandungan
KOMPLIKASI
1. Terminasi kehamilan akibat hipotensi, hipoksia serta adanya gangguan cairan dan
elektrolit.
2. Persalinan premature
3. Kematian janin intrauterine
KESIMPULAN
Mengingat kasus luka bakar merupakan suatu cidera berat yang memerlukan
penanganan dan penatalaksanaan yang sangat komplek dengan biaya yang cukup
tinggi serta angka morbiditas dan mortalitas karena beberapa faktor penderita, factor
pelayanan petugas, factor fasilitas pelayanan dan faktor cideranya. Untuk penanganan
luka bakar perlu perlu diketahui fase luka bakar, penyebab luka bakar, derajat
kedalaman luka bakar, luas luka bakar. Pada penanganan luka bakar seperti
penanganan trauma yang lain ditangani secara teliti dan sistematik. Penatalaksanaan
sejak awal harus sebaik – baiknya karena pertolongan pertama kali sangat
menentukan perjalanan penyakit ini.

27 Nov 2010
bek teuwo le luka bakar beuh, ndriy..

0 komentar:

Posting Komentar