Sabtu, 06 November 2010

DIARE AKUT (tinjauan kepustakaan)

PENDAHULUAN
Diare merupakan suatu gangguan yang sering terjadi dengan banyak penyebab. Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara berkembang. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare. WHO memperkirakan 4 milyar kasus terjadi di dunia pada tahun 2000 dan 2,2 juta diantaranya meninggal, sebagian besar anak-anak dibawah umur 5 tahun. Hal ini sebanding dengan 1 anak meninggal setiap 15 detik.1
Dinegara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat tetapi insiden diare tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Di Inggris 1 dari 5 orang menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1 dari 6 orang pasien yang berobat ke praktek umum menderita diare infeksi.2
Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk setiap tahun. Di Afrika anak anak terserang diare infeksi 7 kali setiap tahunnya di banding di negara berkembang lainnya mengalami serangan diare 3 kali setiap tahun.2
Di Indonesia, diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat utama. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan menimbulkan banyak kematian terutama pada bayi dan balita, serta sering menimbulkan kejadian hluar biasa (KLB). Data terakhir dari Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa diare menjadi penyakit pembunuh kedua bayi di bawah lima tahun (balita) di Indonesia setelah radang paru atau pneumonia.1
Penggunaan istilah diare sebenarnya lebih tepat daripada gastroenteritis, karena istilah yang disebut terakhir ini memberikan kesan seolah-olah penyakit ini hanya disebabkan oleh infeksi dan walaupun disebabkan oleh infeksi, lambung jarang mengalami peradangan.3
Diare akut diberi batasan sebagai meningkatnya kekerapan, bertambah cairan, atau bertambah banyaknya tinja yang dikeluarkan, akan tetapi hal itu sangat relatif terhadap kebiasaan yang ada dan berlangsung tidak lebih dari satu minggu.5
Diare akut dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang terbanyak adalah diare infeksi. Diare akut infeksi dapat disebabkan virus, bakteri, dan parasit. Secara klinis dan patofisiologi diar akut infeksi diklasifikasikan menjadi diare inflamasi dan diare non inflamasi.2,6
Pada diare akut infeksi, banyak dampak yang dapat terjadi pada saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorpsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit dan gangguan keseimbangan asam basa.4
Secara umum penanganan diare akut ditujukan untuk mencegah/menanggulangi dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa, kemungkinan terjadinya intolerasi, mengobati kausa diare yang spesifik, mencegah dan menanggulangi gangguan gizi serta mengobati penyakit penyerta. Untuk melaksanakan terapi diare secara komprehensif, efisien dan efekstif harus dilakukan secara rasional. Pemakaian cairan rehidrasi oral secara umum efektif dalam mengkoreksi dehidrasi. Pemberian cairan intravena diperlukan jika terdapat kegagalan oleh karena tingginya frekuensi diare, muntah yang tak terkontrol dan terganggunya masukan oral oleh karena infeksi. Beberapa cara pencegahan dengan vaksinasi serta pemakaian probiotik telah banyak diungkap dan penanganan menggunakan antibiotika yang spesifik dan antiparasit.4


DEFINISI

Diare dikatakan sebagai keluarnya tinja berbentuk cair sebanyak tiga kali atau lebih dalam dua puluh empat jam pertama, dengan temperatur rectal diatas 38˚C, kolik dan muntah.5 Menurut WHO (1980)2 diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari. Buang air besar encer tersebut dapat atau tanpa disertai lendir dan darah. Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM3, diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Neonatus dikatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari satu bulan dan anak, bila frekuensi lebih dari 3 kali.
Menurut Cohen4 diare akut adalah keluarnya buang air besar sekali atau lebih yang berbentuk cair dalam satu hari dan berlangsung kurang dari 14 hari. Noerasid mengatakan4 diare akut ialah diare yang terjadi secara mendakak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. Sedangkan American Academy of Pediatrics (AAP) mendefinisikan diare akut dengan karakteristik peningkatan frekuensi dan/atau perubahan konsistensi, dapat disertai atau tanpa gejala dan tanda seperti mual, muntah, demam atau sakit perut yang berlangsung selama 3 – 7 hari.4
Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 20052, diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.


EPIDEMIOLOGI

Diare akut merupakan masalah umum ditemukan diseluruh dunia dan juga masih merupakan salah satu penyebab utama morbilitas dan mortalitas anak-anak di negara yang sedang berkembang. Setiap tahun diperikirakan lebih dari satu milyar kasus diare di dunia dengan 3,3 juta kasus kematian sebagai akibatnya. Diperkirakan angka kejadian di negara berkembang berkisar 3,5 – 7 episode per anak pertahun dalam 2 tahun pertama kehidupan dan 2 – 5 episode per anak per tahun dalam 5 tahun pertama kehidupan. Kombinasi paparan lingkungan yang patogenik, diet yang tidak memadai, malnutrisi menunjang timbulnya kesakitan dan kematian karena diare. Hal ini terjadi lebih dari satu milyar episode diare setiap tahun, dengan 2-3% kemungkinan jatuh kedalam keadaan dehidrasi.4,5
Di negara maju diperkirakan insiden sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun sedangkan di negara berkembang lebih dari itu.WHO memperkirakan ada sekitar 4 miliar kasus diare akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun.6
Di Amerika Serikat, 20-35 juta kejadian diare terjadi setiap tahun, pada anak kurang dari 5 tahun sebanyak 16,5 juta kasus, namun dengan perbaikan sanitasi dan tingkat pendidikan, prevalensi diare karena infeksi berkurang.2,7
Pada tahun 1995 diare akut karena infeksi sebagai penyebab kematian pada lebih dari 3 juta penduduk dunia. Kematian karena diare akut dinegara berkembang terjadi terutama pada anak-anak berusia kurang dari 5 tahun, dimana dua pertiga diantaranya tinggal didaerah/lingkungan yang buruk, kumuh dan padat dengan sistem pembuangan sampah yang tidak memenuhi sarat, keterbatasan air bersih dalam jumlah maupun distribusinya, kurangnya sumber bahan makanan disertai cara penyimpanan yang tak memenuhi syarat, tingkat pendidikan yang rendah serta kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan. Data dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menunjukkan bahwa infeksi karena Salmonella, Shigella, Listeria, Escherichia coli, dan Yersinia berkurang berkisar 20-30% berkat perhatian atas kebersihan dan keamanan makanan.2
Misnadiarly menyebutkan bahwa diare masih saja menjadi masalah kesehatan di Indonesia, dapat terjadi pada anak-anak, dewasa, turis atau wisatawan asing dan domestik. Diare pada wisatawan asing dan anak sekolah sangat erat kaitannya dengan dengan pencemaran air dan makanan. Sampai tahun 1985 penyakit diare masih menempati urutan pertama dari kematian di Indonesia terutama pada golongan bayi dan balita bahkan mencapai sekitar 350 ribu anak pertahun.5
Pada tahun 1992 diare tidak lagi menempati urutan pertama dari penyebab kematian di Indonesia. Hal ini mungkin disebabkan perbaikan kesehatan lingkungan serta perorangan dan mungkin pula karena meningkatnya penggunaan oralit dalam penanganan diare akut.5
Data dari Departemen Kesehatan RI menyuebutkan bahwa angka kesakitan diare di Indonesia saat ini adalah 230-330 per 1000 pendududk untuk semua golongan umur dan 1,6-2,2 episode diare setiap tahunnya untuk golongan umur balita. Angka kematian diare golongan umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita.5
Berbagai faktor mempengaruhi kejadian diare diantaranya adalah faktor lingkungan, gizi, kependudukan, pendidikan, keadaan sosial ekonomi dan perilaku masyarakat. Faktor lingkungan yang dimaksud adalah kebersihan lingkungan dan perorangan seprti kebersihan puting susu, kebersihan botol susu dan dot susu maupun kebersihan air yang digunakan untuk mengolah susu dan makanan. Faktor gizi misalnya adalah tidak diberikannya makanan tambahan meskipun anak telah berusia 4-6 bulan. Faktor kependudukan menunjukkan bahwa insiden diare lebih tinggi pada penduduk perkotaan yang padat dan miskin atau kumuh. Sedangkan faktor perilaku orang tua dan masyarakat misalnya adalah kebiasaan ibu yang tidak mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan, setelah buang air besar atau membuang tinja anak. Semua faktor di atas terkait erat dengan faktor ekonomi masing-masing keluarga.5
Penyakit diare akut pada anak-anak mungkin juga disertai dengan penyakit lain seperti infeksi saluran nafas (bronchopneumonia, bronchitis, dll), infeksi susunan saraf pusat (meningitis, ensefalitis), infeksi saluran kemih, infeksi sistemik lainnya (sepsis, campak), kurang gizi (KEP berat, kurang vitamin A) dan penyakit lainnya yang lebih jarang terjadi.5


ETIOLOGI

Penyakit diare tidak hanya terdapat di negara-negara berkembang atau terbelakang saja, akan tetapi juga dijumpai di negara industri bahkan di negara yang sudah maju sekalipun, hanya saja di negara maju kejadian penyakit diare lebih rendah karena infeksi jauh lebih kecil.5
Etiologi diare, pada 25 tahun yang lalu sebagian besar belum diketahui, akan tetapi kini, telah lebih dari 80% penyebabnya telah diketahui. Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada bayi dan anak. Penyebab itu dapat digolongkan lagi kedalam penyakit yang ditimbulkan karena virus, bakteri dan parasit usus.5
Penyebab utama oleh virus yang terutama adalah rotavirus (40-60%). Ada 4 serotipe rotavirus pada manusia. Infeksi dengan 1 jenis serotipe menyebabkan imunitas yang tinggi terhadap serotipe tersebut dan memberi perlindungan sebagian terhadap serotipe yang lain. Hampir semua anak terinfeksi paling tidak sekali sebelum berumur 2 tahun, dan infeksi ulangan sering terjadi. Biasanya hanya infeksi rotavirus pertama kali yang menyebabkan penyakit yang bermakna. Sekitar sepertiga anak umur kurang dari 2 tahun pernah mengalami episod diare karena rotavirus. Rotavirus kemungkinan menyebar melalui kontak langsung. Di seluruh pelosok dunia diestimasikan bahwa Rotavirus menyebabkan lebih dari 125 juta episode diare dan menjadi penyebab hampir 1 juta kematian setiap tahun pada bayi dan anak-anak.5
Soegijanto,dkk pada Diare akut pada anak dalam Ilmu Penyakit Anak Diagnosa dan Penatalaksanaan, mengatakan virus dapat menyebabkan 40-60% dari semua penyakit diare pada bayi dan anak yang datang berobat ke Rumah Sakit, sedangkan untuk komunitas sebesar 15%. Diare karena virus ini biasanya tidak berlangsung lama, hanya beberapa hari (3-4 hari) dapat sembuh tanpa pengobatan (Self limiting disease). Penderita akan sembuh kembali setelah ebterosit usus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru dan yang normal serta sudah matang (mature), sehingga dapat menyerap dan mencerna caira serta makanan dengan baik.5

Etiologi diare secara umum dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu:3
1. Faktor Infeksi
a. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak.
Infeksi enteral ini meliputi :
- Infeksi Bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya
- Infeksi Virus : Enterovirus ( Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis ), Adenovirus, Rotaviirus, Astrovirus dan lain-lain
- Infestasi parasit : Cacing (Ascaris, Trichuris, OxyuriStrongyloides), Protozoa (Entamoeba histolica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), Jamur (Candida albicans)
b. Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan, seperti Otitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.
2. Faktor malabsorbsi
a. Malabsorpsi lemak
b. malabsorpsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering adalah intoleransi laktosa
c. Malabsorpsi protein
3. Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
4. Faktor psikologis : rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.

Etiologi berdasarkan umur:10
o Bayi baru lahir
a. Makanan yang berlebihan dapat menimbulkan diare pada bayi prematur
b. Diare karena virus pada anak-anak mungkin terjadi sebagai bentuk epidemi, fesesnya berwarna kuning, cair.
c. Enterokolitis nekrotizing yang biasanya pertama kali terjadi pada bayi dengan berat badan rendah yang mengalami kelainan seperti hipoksia, dengan karakteristik seperti kurang makan, diare, buang air besar berdarah, muntah, perut distensi, letargi dan tanda-tanda peritonitis.
d. Diare bakteri pada bayi baru lahir
- Enteropatogenik, enterotoxigenik dan enteroinvasive Escherichia Coli. Serogrup Escherichia Coli dapat menyebabkan diare yang sporadik dan epidemi pada bayi baru lahir. Bentuk enterotoxigenik merupakan penyebab tersering pada anak-anak, menyebabkan feses berwarna hijau, berlendir. Demam dan muntah berhubungan dengan diare.
- Salmonella, feses berwarna hijau dan berlendir dan mungkin berdarah. Perut distensi, muntah, dehidrasi, kehilangan berat badan yang cepat, demam, stupor dan konvulsi mungkin terjadi. Splenomegali dan ikterus bisa juga dijumpai. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah bakteriemia, meningitis, peritonitis, arteritis piogenik dan osteomielitis.
e. Faktor Diet. Beberapa diare pada bayi baru lahir berhubungan dengan makanan yang digunakan.



KLASIFIKASI

Berdasarkan derajat dehidrasi, diare akut dibagi menjadi diare tanpa dehidrasi, diare dengan dehidrasi ringan-sedang dan diare dengan dehidrasi berat. Derajat dehidrasi ditentukan berdasarkan gambaran klinis, yaitu keadaan umum, kelopak mata, rasa haus dan turgor.
Setiap diare akut yang disertai darah dan atau lendir dianggap disentri yang disebabkan oleh shigelosis sampai terbukti lain. Sedangkan kolera, memiliki manifestasi klinis antara lain diare profus seperti cucian air beras, berbau khas seperti “bayklin/sperma”, umur anak lebih dari 3 tahun dan ada KLB dimana penyebaran pertama pada orang dewasa kemudian baru pada anak. Sedangkan kasus yang bukan disentri dan kolera dikelompokkan kedalam diare akut.


PATOGENESIS

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah adanya gangguan transpor cairan di dalam usus; pergerakan air melintasi membran terjadi secara pasif dan ditentukan baik oleh perubahan aktif maupun pasif zat, terutama sodium, klorida, dan glukosa. Patogenesis dari diare umumnya dapat dijelaskan sebagai gangguan osmotik, sekresi, dan motilitas usus atau kombinasi ketiganya.7


TABEL 1—Mekanisme Diare7
Mekanisme Primer Defek Pemeriksaan Feses Contoh Keterangan
Sekretorik Menurunkan absorpsi, meningkatkan sekresi: transport elektrolit Cair, asmolalitas normal; osmol= 2 × (Na+ + K+ ) Kolera, Escherichia coli toxigenik; carcinoid, VIP, neuroblastoma, congenital chloride diarrhea, Clostridium difficile, cryptosporidiosis (AIDS) Menetap selama puasa; malabsorpsi garam empedu juga dapat meningkatkan sekresi cairan usus; tidak ditemukan leukosit dalam tinja.
Osmotik Maldigesti, defek transport, mengkonsumsi zat makanan yang tidak dapat diserap. Cair,asam, reduksi positif; osmolalitas meningkat; osmosis >2 × (Na+ + K+ ) Defisiensi laktase,malabsorpsi glukosa-galaktosa,laktulosa, penyalahgunaan obat pencahar. Berhenti dengan puasa, meningkatkan pengambilan hidrogen dengan malabsorsi karbohidrat, tidak ditemukan leukosit dalam tinja
Motilitas
Motilitas meningkat Mempersingkat waktu transit Tinja tampak lunak/normal, distimulasi oleh refleks gastrokolik Irritable bowel syndrome, tirotoksikosis, sindrom diare postvagotomi Infeksi juga memberi andil dalam peningkatan motilitas
Motilitas menurun Defek pada unit neromuskular (s)
Stasis (pertumbuhan kuman yang berlebihan) Tinja tampak lunak/normal Pseudo-obstruksi, blind loop Kemungkinan adanya pertumbuhan kuman yang berlebihan
Inflamasi mukosa Inflamasi, menurunkan area permukaan mukosa dan/atau reabsorpsi kolon, meningkatkan motilitas Darah dan meningkatnya sel darah putih dalam tinja Penyakit Celiac, Salmonella, Shigella, amebiasis, Yersinia, Campylobacter, rotavirus enteritis Disenteri = darah, mukus, dan sel darah putih
VIP = vasoactive intestinal peptide.
Dikutip dari Behrman RE, Kliegman RM (editors): Nelson Essentials of Pediatrics, 3rd ed. Philadelphia, WB Saunders, 1998.

1. Gangguan osmotik
Diare osmotik terjadi setelah konsumsi zat/bahan makanan yang kurang/tidak dapat diserap. Hal ini bisa terjadi karena zat tersebut memang secara normal kurang diabsorpsi (seperti magnesium, fosfat, laktulosa, atau sorbitol) atau kurangnya absorpsi karena adanya gangguan pada usus halus (seperti laktosa pada defisiensi laktase atau glukosa pada diare akibat Rotavirus). Karbohidrat yang tidak dapat diabsorpsi difermentasikan didalam kolon, dan menghasilkan asam lemak rantai pendek. Walaupun asam lemak rantai pendek ini dapat diabsorpsi di dalam kolon dan digunakan sebagai salah satu sumber energi, tapi ia juga mempunyai efek lain yaitu meningkatkan tekanan osmotik dalam rongga usus, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. Diare ini biasanya mempunyai volume yang lebih sedikit dibandingkan dengan diare sekretorik dan dapat dihentikan dengan puasa.5,7,12
2. Gangguan sekresi
Diare sekretorik sering disebabkan oleh sekretagog, seperti toksin kolera, yang mengikat reseptor pada permukaan epitel usus dan kemudian merangsang akumulasi adenosin monofosfat atau siklik guanosin monofosfat intraseluler. Melalui mekanisme ini, asam lemak dan garam empedu intraluminal menyebabkan peningkatan sekresi mukosa usus berupa air dan elektrolit ke dalam lumen selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.Diare sekretorik bersifat cair dan dalam volume yang besar; osmolalitas feses dapat diketahui dari elektrolit yang terkandung didalamnya. Dari pemeriksaan tinja didapatkan kadar sodium dan klorida yang tinggi (>70 mEq/L). Diare ini terus berlanjut dengan puasa. 5,7,12
3. Gangguan motilitas usus
Gangguan motilitas usus dikaitkan dengan cepat atau lambatnya pergerakan usus dan umumnya tidak berkaitan dengan besarnya volume diare. Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menyebabkan diare pula. 5,7,12
TABEL 2– Perbedaan Diare Osmotik dan Diare Sekretorik7

Diare Osmotik Diare Sekretorik
Volume tinja <200 mL/24 jam >200 mL/24 jam
Respon terhadap puasa Diare berhenti Diare tetap berlanjut
Kadar Na+ <70 mEq/L >70 mEq/L
Reaksi reduksi *
Positif Negatif
pH tinja <5 >6
*Sukrosa bukanlah agen pereduksi. Tambahkan 5 tetes HCl 0.1 N pada sampel tinja sebelum menambahkan agen pereduksi (tablet Clinites).

MANIFESTASI KLINIS

Diare akut menunjukkan diare yang berlangsung kurang dari 14 hari, dengan pengeluaran tinja yang lunak atau cair yang sering dan tanpa darah. Mungkin disertai muntah dan panas. Diare cair akut menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering disertai dengan asidosis metabolik karena kehilangan basa dan bila masukan makanan berkurang, juga mengakibatkan kurang gizi. Kematian terjadi karena dehidrasi.4,11
Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin lama berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorpsi usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.3
Dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan serum elektrolit. Setiap kehilangan berat badan yang melampaui 1% dalam sehari merupakan hilangnya air dari tubuh. Kehidupan bayi jarang dapat dipertahankan apabila defisit melampaui 15%. Setiap persen dari kehilangan berat badan adalah tidak proporsional dengan persen kehilangan cairan tubuh dalam arti 15% hilangnya berat badan (150mL/kg) sesuai dengan sekitar 25% cairan tubuh.5

Manifestasi Klinis Dehidrasi 5,9

1. Dehidrasi Isotonik
Ini adalah dehidrasi yang sering terjadi karena diare. Hal ini terjadi bila kehilangan air dengan normal yang ditemui dalam cairan ekstraseluler. Gambaran dehidrasi isotonik adalah : terjadi sangat cepat, ekstremitas dingin dan berkeringat, kesadaran menurun dan muncul gejala lain syok hipovolemik. Kekurangan cairan melebihi 10% berat badan mengakibatkan kematian akibat kolapsnya pembuluh darah.

2. Dehidrasi Hipertonik (Hipernatremik)
Beberapa anak yang diare terutama bayi, sering menderita dehidrasi hipernatremik. Pada keadaan ini didapatkan kekurangan cairan dan kelebihan natrium, bila dibandingkan dengan proporsi yang biasa ditemukan dalam cairan ekstraseluler dan darah. Ini biasanya akibat dari pemasukan cairan hipertonik pada saat diare (mempunyai kandungan natrium, gula atau bahan aktif osmotik lain yang tidak diabsorbsi secara efesien, dan pemasukan air yang tidak cukup atau minum cairan yang hipotonik). Cairan hipertonik menyebabkan perbedaan osmotik sehingga seringkali aliran air dari cairan ekstraseluler dan peningkatan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler. Gambaran utama dehidrasi hipernatremik adalah :
o Terdapat kekurangan air dan natrium,tetapi proporsi kekurangan airnya lebih banyak
o Konsentrasi natrium serum meningkat (>150 mmol/L)
o Osmolaritas serum meningkat (>295 mOsmol/L)
o Sangat haus yang lebih berat derajatnya bila dibandingkan dengan derajat dehidrasinya, anak sangat irritable
o Kejang mungkin bisa terjadi, terutama bila konsentrasi natrium lebih dari 165 mmol/L
Hiperosmolalitas yang berat dapat mengakibatkan kerusakan otak, dengan perdarahan yang tersebar luas dan trombosis atau efusi subdural. Kerusakan serebral ini dapat mengakibatkan kerusakan syaraf yang menetap. Bahkan tanpa kerusakan tersebut yang nyata, sering pula timbul kejang pada pasien dengan hipernatremi. Diagnosis dari kerusakan serebral sekunder karena hipernatremi di topang dengan ditemukan kenaikan kadar protein dalam cairan serebrospinal.


3.Dehidrasi Hipotonik (Hiponatremik)
Anak dengan diare yang minum air dalam jumlah besar atau cairan hipotonik yang mengandung konsentrasi garam atau bahan terlarut lain yang rendah, atau yang mendapat infus 5% glukosa dalam air, mungkin bisa menderita hiponatremia. Hal ini terjadi karena air diabsorbsi dari usus sementara kehilangan garam (NaCl) tetap berlangsung dan menyebabkan kekurangan natrium dan kelebihan cairan. Gambaran utama dehidrasi hiponatremik adalah :
o Adanya kekurangan air dan natrium, tetapi kekurangan natriumnya secara relatif lebih banyak.
o Konsentrasi natrium serum rendah (<130mmol/L) o Osmolaritas serum rendah (<275 mOsmol/L) o Anak letargi, kadang-kadang kejang DIAGNOSIS Diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Diare akut menunjukkan diare yang berlangsung kurang dari 14 hari, dengan pengeluaran tinja yang lunak atau cair yang sering dan tanpa darah. Mungkin disertai muntah dan panas. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak, bila frekuensinya lebih dari 3 kali,1 atau lebih dari 10 g/kg/24 jam atau lebih dari batas orang dewasa 200 g/24 jam.7 1. Anannesa / Wawancara12  Orang tua menyatakan anak BAB cair ≥ 3x dalam sehari yang berlangsung ≤ 1 minggu, dengan atau tanpa lendir/darah, muntah, lemas, anorexia, pola makan, jenis makanan, PASI, kebiasaan cuci tangan. o Sudah berapa lama diare berlangsung, berapa kali sehari, warna dan konsistensi tinja, lendir dan atau darah dalam tinja, adanya muntah, anak lemah, kesadaran menurun, rasa haus, rewel, kapan kencing terakhir, suhu badan. o Jumlah cairan yamg masuk selama diare o Anak minum ASI atau susu formula, apakah anak makan makanan yang tidak biasa. o Apakah ada yang menderita diare di sekitarnya dan darimana sumber air minum. 2. Pemeriksaan fisik Pada Pemeriksaan fisik harus diperhatikan tanda utama, yaitu kesadaran, rasa haus, turgor kulit abdomen. Perhatikan juga tanda tambahan, yaitu ubun-ubun besar cekung atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, kering atau tidaknya mukosa mulut, bibir dan lidah, jangan lupa menimbang berat badan.  Kepala Ubun – ubun ( pada infant ) tampak cekung atau tidak, gangguan pertumbuhan rambut, kusam, tidak mengkilat, sering rontok  Mata Konjungtiva anemis atau tidak, pada keadaan dehidrasi palpebra tampak cekung  Mulut Warna dan kelembaban, adanya lesi, mengelupas, kering  Warna kulit, hidrasi, kering, furgor kulit, akral dingin, keringat berlebihan.  Abdomen / GIT Nyeri telan, abdomen tegang, distensi, hipertimpani, peristaltic meningkat, BB menurun.  Tanda – tanda vital Suhu meningkat, nadi cepat, RR meningkat, TD menurun. Derajat Dehidrasi4 Gejala & Tanda Keadaan Umum Mata/Air Mata Mulut/ Lidah Rasa Haus Kulit % turun BB Estimasi def. cairan Tanpa Dehidrasi Baik, Sadar Normal/ada Basah Minum Normal, Tidak Haus Dicubit kembali cepat < 5 50 % Dehidrasi Ringan Sedang Gelisah Rewel Cekung/tdk ada Kering Tampak Kehausan Kembali lambat 5 – 10 50–100 % Dehidrasi Berat Letargik, Kesadaran Menurun Sangat cekung dan kering/tdk ada Sangat kering Sulit, tidak bisa minum Kembali sangat lambat >10 >100 %

Sebagai akibat kehilangan cairan (dehidrasi) yang berlangsung sangat cepat, berat badan akan turun dalam waktu yang sangat singkat pula, karena sebagian besar berat badan terdiri dari cairan, tergantung pada banyak sedikitnya cairan yang hilang.

Pemeriksaan laboratorium: 3,12
1. Pemeriksaan tinja
a. Makroskopis : bau, warna lendir, darah, konsistensi
Mikroskopis : erotrosit, leukosit, parasit
b. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila diduga terdapat intoleransi gula.
c. Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji sensitivitas
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah, dengan menggunakan pH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan analisa gas darah (bila memungkinkan).
3. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam serum (terutama pada penderita diare yang disertai kejang).

PENATALAKSANAAN 9,12,14,15,16
Secara umum penanganan diare akut ditujukan terhadap empat hal, yaitu :
1. Pencegahan dan penanganan dehidrasi (fase rehidrasi),
2. Pemberian nutrisi (mencegah/ menanggulangi gangguan gizi)
3. Medikamentosa untuk mengobati kausa diare
4. Edukasi untuk pencegahan terulang dan terjadinya diare.
Untuk pelaksanakan terapi diare secara secara komprehensif, efisien dan efektif harus dilakukan secara rasional. Secara umum terapi rasional adalah terapi yang : 1) tepat indikasi, 2) tepat dosis, 3) tepat penderita, 4) tepat obat, 5) waspada terhadap efek samping. Jadi penatalaksanaan terapi diare yang menyangkut berbagai aspek didasarkan pada terapi yang rasional yang mencakup kelima hal tersebut.

A. Pencegahan dan penaggulangan dehidrasi (fase rehidrasi).
Adapun tujuan dari pada pemberian cairan adalah :
1. Memperbaiki dinamika sirkulasi ( bila ada syok ).
2. Mengganti defisit yang terjadi.
3. Rumatan ( maintenance ) untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit yang sedang berlangsung ( ongoing losses ).

Pelaksanaan pemberian terapi cairan dapat dilakukan secara oral atau parenteral. Pemberian secara oral dapat dilakukan untuk dehidrasi ringan sampai sedang dapat menggunakan pipa nasogastrik, walaupun pada dehidrasi ringan dan sedang, bila diare profus dengan pengeluaran air tinja yang hebat (> 100 ml/kg/hari) atau mutah hebat ( severe vomiting ) dimana penderita tak dapat minum sama sekali, atau kembung yang sangat hebat (violent meteorism ) sehingga rehidrasi oral tetap akan terjadi defisit maka dapat dilakukan rehidrasi parenteral walaupun sebenarnya rehidrasi parenteral dilakukan hanya untuk dehidrasi berat dengan gangguan sirkulasi.

a. Rencana Terapi A  untuk diare tanpa dehidrasi
Pada diare akut tanpa dehirasi balance cairan juga tetap perlu dijaga agar tidak sampai jatuh pada derajat dehidrasi. Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi
• Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan, seperti larutan oralit, makanan yang cair (seperti sup,air tajin) dan air matang, atau laritan gula garam (LGG).
Gunakan larutan oralit untuk anak seperti dijelaskan dalam kotak di bawah. (Catatan: jika anak berusia kurang dari 6 bulan dan belum makan makanan padat lebih baik diberi oralit dan air matang daripada makanan yang cair)
• Berikan larutan ini sebanyak anak mau. Berikan jumlah larutan oralit seperti di bawah sebagai penuntun.
• Teruskan pemberian larutan ini hingga diare berhenti.
Jika anak akan diberi larutan oralit di rumah, tunjukkan pada ibu jumlah oralit yang diberikan setiap habis buang air besar dan berikan oralit yang cukup untuk 2 hari:
Umur Jumlah oralit yang diberikan tiap BAB Jumlah oralit yang disediakan di rumah
< 12 bl 50-100 ml 400 ml/hr (2 bungkus) 1-4 th 100-200 ml 600-800 ml/hr, 3-4 bungkus > 5 th 200-300 ml 800-1.000 ml/hr, 4-5 bungkus
Dewasa 300-400 ml 1.200-2.800 ml/hr
• Perkirakan kebutuhan oralit untuk 2 hari

Oralit dapat diberikan sesegera mungkin dan sebanyak anak mau meminum oralit tersebut.

b. Rencana Terapi B  Diare dengan dehidrasi ringan sedang
Anak-anak dengan tanda-tanda yang menunjukkan adanya dehidrasi ringan/sedang biasanya tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit. Mereka dapat diobati di ruang khusus yang dikenal sebagai “pojok URO”.


Tahap rehidrasi
Pada tahap rehidrasi ini, pemberian cairan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit yang telah hilang. Pada tahap ini bisa diberikan oralit 75 cc/kgBB dalam 3 jam pertama.


Tahap rumatan
Dalam tahap rumatan ini meliputi untuk memenuhi kebutuhan cairan rumatan dan kebutuhan perubahan cairan rumatan yang disebabkan oleh kehilangan cairan yang sedang berjalan ( ongoing losses ).
Terdapat beberapa model untuk menghitung kebutuhan cairan rumatan : berdasarkan berat badan, luas permukaan, atau pengeluaran kalori yang seperti kita ketahui bahwa 1 ml air diperlukan setiap 24 jam bagi setiap kalori yang dikeluarkan dan bahwa kebutuhan metabolik menentukan penggunaannya dari cadangan tubuh. Kalori yang dikonsumsi setiap kesatuan berat badan, atau tingkat metabolik menurun dengan bertambah besarnya dan usia anak.
Berdasarkan umur, penggantian cairan dan elektrolit yang hilang akibat diare dan muntah yang masih berlangsung dapat diberikan oralit :
o Umur < 1 tahun = 50-100 cc/kali mencret atau 500 cc/hari o Umur 1 – 2 tahun = 200 cc/kali mencret atau 1000 cc/hari o Umur 2-5 tahun = 400 cc/kali mencret atau 2000 cc/hari Oralit merupakan cairan elektrolit–glukosa yang sangat esensial dalam pencegahan dan rehidrasi penderita dengan dehidrasi ringan–sedang. c. Rencana Terapi C  Diare dengan dehidrasi berat Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari 10% untuk bayi dan anak dan menunjukkan gangguan tanda-tanda vital tubuh ( somnolen-koma, pernafasan Kussmaul, gangguan dinamik sirkulasi ) memerlukan pemberian cairan elektrolit parenteral. Terapi rehidrasi parenteral memerlukan 2 tahap : 1. Terapi awal. Bertujuan untuk memperbaiki dinamik sirkulasi dan fungsi ginjal dengan cara re-ekspansi dengan cepat volume cairan ekstraseluler. Idealnya adalah bahwa seluruh cairan yang diberikan hendaknya tetap berada didalam ruang vaskuler. Terapi awal atau fase rehidrasi pada keadaan dehidrasi berat dilakukan dengan pemberian (IVFD) Ringer Laktat 100 cc/kgBB dalam waktu 3-6 jam. o Untuk umur < 1 tahun : 30 cc/kgBB pada 1 jam pertama, kemudian dilanjutkan 70 cc/kgBB selama 5 jam berikutnya. o Untuk umur > 1 tahun : 30 cc/kgBB selama 30 menit pertama, kemudian dilanjutkan 70 cc/kgBB selama 2,5 jam berikutnya.

2. Terapi lanjutan
Segera setelah sirkulasi dapat dipulihkan kembali, terapi cairan berikutnya untuk mengoreksi secara menyeluruh sisa defisit air dan Na serta mengganti kehilangan abnormal dari cairan yang sedang berjalan ( ongoing losses ) serta kehilangan obligatorik (kebutuhan rumatan). Walaupun pemberian K sudah dapat dimulai, namun hal ini tidak esensial, dan biasanya tidak diberikan sebelum 24 jam. Pengecualian dalam hal ini adalah bila didapatkan hipokalemia yang berat dan nyata. Pada saat tercapainya tahap ini, kadang perlu diketahui nilai elektrolit serum sehingga terapi cairan dapat dimodifikasi sesuai dengan kadar Na yang ada isonatremi, hiponatremi atau hipernatremi).

Dehidrasi Isonatremi ( Na 130 – 149 mEq/l )
Pada gangguan elektrolit ini tidak saja terdapat kehilangan eksternal Na dari cairan ekstraseluler tetapi juga Na dari cairan ekstraseluler yang masuk kedalam cairan intraseluler sebagai kompensasi dari kehilangan K intraseluler. Dengan demikian pemberian Na dalam jumlah yang sama dengan kehilangannya Na dari cairan ekstraseluler akan berlebihan dan akan menghasilkan kenaikan dari Na tubuh total dari penderita. Na intraseluler yang berlebihan kelak akan kembali ke dalam cairan ekstraseluler apabila diberikan K, dengan akibat terjadinya ekspansi ke ruang ekstraseluler. Untuk menghindari hal ini, hanya 2/3 dari perkiraan hilangnya Na dan air dari cairan ekstraseluler yang perlu diganti pada 24 jam pertama pemberian cairan.
Pada tahap ini disamping mengganti defisit, keseluruhan cairan dan elektrolit yang diberikan perlu mencakup pula penggantian kehilangan cairan yang normal (ongoing normal losses) maupun yang abnormal (ongoing abnormal losses) yang terjadi melalui diare ataupun muntah. Sesudah tahap penggantian defisit (sesudah 3-24 jam) tahap berikutnya adalah tahap rumatan yang bertujuan untuk mengganti sisa kehilangan cairan dan elektrolit secara menyeluruh dan dimulainya pemberian K. Kehilangan K mungkin sama dengan kehilangan Na namun hampir keseluruhan K yang hilang adalah berasal dari cairan ekstraseluler dan harus diganti dengan memberikannya ke dalam ruang ekstraseluler. Apabila K diberikan dengan kecepatan sebanding dengan pemberian Na, maka dapat dipastikan bahwa akan terjadi hiperkalemi. Dengan demikian biasanya penggantian K dilakukan dalam waktu 3 - 4 hari. K juga jangan diberikan apabila terdapat kenaikan K serum atau sampai ginjal berfungsi dengan baik, dalam keadaan asidosis berat pemberian K harus berhati-hati. Kecuali pada keadaan yang hipokalemia berat, kadar K yang diberikan hendaknya tidak melebihi 40 m Eq/L dan kecepatan pemberiannya tidak melebihi 3 m Eq/kg/24 jam.

Dehidrasi Hiponatremi ( Na < 130mEq/l ) Keadaan ini timbul karena hilangnya Na yang relatif lebih besar dari pada air. Kehilangan (defisit) Na ekstraseluler dapat dihitung dengan formula berikut : Karena pasien mengalami dehidrasi, keseluruhan cairan tubuh yang diperkirakan adalah 50 - 55% dari berat badan waktu masuk dan bukan 60% seperti nilai biasanya. Walaupun Na pada prinsipnya merupakan kation ekstraseluler, cairan tubuh keseluruhan (total) adalah yang dipakai untuk menghitung defisit Na. Terapi dehidrasi hiponatremi sama seperti pada dehidrasi isonatremi, kecuali pada kehilangan natrium yang berlebihan pemberian Na perlu diperhitungkan adanya kehilangan ekstra dari ion tsb. Larutan hipotonis perlu dihindarkan terutama pada tahap awal pemberian cairan karena adanya resiko terjadinya hiponatremi simptomatik. Kadar koreksi Na dapat dihitung dengan menggunakan rumus  Diberikan dlm 24 jam Dehidrasi hipertonis ( Na > 150 mEq/l )
Defisit Na pada dehidrasi hipernatremi relatif kecil dan volume cairan ekstraseluler relatif masih tetap tak berubah sehingga jumlah air dan Na yang diberikan pada tahap ini perlu dikurangi bila dibandingkan pada dehidrasi hipo-isonatremi. Jumlah yang sesuai adalah pemberian 60 - 75 ml/kg/24 jam dari larutan 5% dektrosa yang mengandung kombinasi bikarbonat dan khlorida. Jumlah dari cairan dan Na rumatan perlu dikurangi dengan sekitar 25% pada tahap ini karena penderita dengan hipernatremi mempunyai ADH (antidiuretic hormone) yang tinggi yang menimbulkan berkurangnya volume urin. Penggantian dan kehilangan abnormal yang sedang berjalan (ongoing abnormal losses) tidak memerlukan modifikasi. Kejang sering pula timbul pada saat pemberian cairan karena kembalinya Na serum menjadi normal. Hal ini dapat terjadi oleh kenaikan jumlah Na dalam sel otak pada saat terjadinya dehidrasi, yang dalam gilirannya akan menimbulkan perpindahan yang berlebihan dari air ke dalam sel otak pada saat rehidrasi sebelum kelebihan Na sempat dikeluarkan, kejadian ini dapat dihindari dengan melakukan koreksi hipernatremi secara pelan dalam waktu beberapa hari. Itulah sebabnya terapi cairan perlu disesuaikan agar Na serum kembali normal tidak melebihi 10 m Eq/24 jam. Apabila timbul kejang, dapat diberikan Nacl 3% 3 - 5 ml/kg intravena atau manitol hipertonik.

B. Pemberian nutrisi (mencegah/ menanggulangi gangguan gizi)
Amatlah penting untuk tetap memberikan nutrisi yang cukup selama diare, terutama pada anak dengan gizi yang kurang. Minuman dan makanan jangan dihentikan lebih dari 24 jam, karena pulihnya mukosa usus tergantung dari nutrisi yang cukup. Bila tidak maka hal ini akan merupakan faktor yang memudahkan terjadinya diare kronik. Pemberian kembali makanan atau minuman ( refeeding ) secara cepat sangatlah penting bagi anak dengan gizi kurang yang mengalami diare akut dan hal ini akan mencegah berkurangnya berat badan. lebih lanjut dan mempercepat kesembuhan. Air susu ibu dan susu formula serta makanan pada umumnya harus dilanjutkan pemberiannya selama diare.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplemen nukleotida pada susu formula secara signifikan mengurangi lama dan beratnya diare pada anak oleh karena nucleotide adalah bahan yang sangat diperlukan untuk replikasi sel teramsuk sel epitel usus dan sel imunokompeten.
Pemberian susu rendah laktosa, formula medium laktosa atau bebas laktosa diberikan pada penderita yang menunjukkan gejala klinik dan laboratorium intoleransi laktosa. Intoleransi laktosa berspektrum dari yang ringan sampai yang berat dan kebanyakan adalah tipe yang ringan sehingga cukup memberikan formula susu yang biasanya diminum dengan pengenceran oleh karena intoleransi laktosa ringan bersifat sementara dan dalam waktu 2-3 hari akan sembuh terutama pada anak dengan gizi yang baik. Namun bila terdapat intoleransi laktosa yang berat dan berkepanjangan tetap diperlukan susu formula bebas laktosa untuk waktu yang lebih lama. Untuk intoleansi laktosa ringan dan sedang sebaiknya diberikan formula susu rendah laktosa.
Sebagaimana halnya intoleransi laktosa, maka intoleransi lemak pada diare akut sifatnya sementara dan biasanya tidak terlalu berat sehingga tidak memerlukan formula khusus. Pada situasi yang memerlukan banyak energi seperti pada fase penyembuhan diare, diet rendah lemak justru dapat memperburuk keadaan malnutrisi dan dapat menimbulkan diare kronik.
C. Medikamentosa untuk mengobati kausa diare

Sebagian besar kasus diare tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotika oleh karena pada umumnya sembuh sendiri (self limiting). Antibiotika hanya diperlukan pada sebagian kecil penderita diare misalnya kholera, shigella, karena penyebab terbesar dari diare pada anak adalah virus (Rotavirus). Kecuali pada bayi berusia di bawah 2 bulan karena potensi terjadinya sepsis oleh karena bakteri mudah mengadakan translokasi kedalam sirkulasi, atau pada anak/bayi yang menunjukkan secara klinis gejala yang berat serta berulang atau yang menunjukkan gejala diare dengan darah dan lendir yang jelas atau gejala sepsis.
Beberapa antimikroba yang sering dipakai antara lain:
• Kolera : Tetrasiklin 50mg/kg/hari dibagi 4 dosis ( 2 hari )
Furasolidon 5mg/kg/hari dibagi 4 dosis ( 3 hari )
• Shigella : Trimetoprim 5-10mg/kg/hari
Sulfametoksasol 25-50mg/kg/hari
Dibagi 2 dosis ( 5 hari )
Asam Nalidiksat : 55mg/kg/hari dibagi 4 ( 5 hari )
• Amoebiasis : Metronidazol 30mg/kg/hari dibagi 4 dosis ( 5-10 hari)
Untuk kasus berat :
Dehidroemetin hidrokhlorida 1-1,5 mg/kg ( maks 90mg )
( im ) s/d 5 hari tergantung reaksi ( untuk semua umur )
• Giardiasis : Metronidazol 15mg/kg/hari dibagi 4 dosis ( 5 hari )

Antisekretorik – Antidiare.
Pemakaian Racecadotril (acetorphan) yang merupakan enkephalinase inhibitor dengan efek anti sekretorik serta anti diare ternyata cukup efektif dan aman bila diberikan pada anak dengan diare akut oleh karena tidak mengganggu motilitas usus sehingga penderita tidak kembung. Bila diberikan bersamaan dengan cairan rehidrasi akan memberikan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan hanya memberikan cairan rehidrasi saja.
Pemberian obat loperamide sebagai antisekresiantidiare walaupun cukup efektif tetapi sering kali disertai komplikasi kembung dengan segala akibatnya.

Probiotik.
Probiotik (Lactic acid bacteria) merupakan bakteri hidup yang mempunyai efek yang menguntungkan pada host dengan cara meningkatkan kolonisasi bakteri probiotik di dalam lumen saluran cerna sehingga seluruh epitel mukosa usus telah diduduki oleh bakteri probiotik melalui reseptor dalam sel epitel usus, sehingga tidak terdapat tempat lagi untuk bakteri patogen untuk melekatkan diri pada sel epitel usus sehingga kolonisasi bakteri patogen tidak terjadi. Dengan mencermati fenomena tersebut bakteri probiotik dapat dipakai sebagai cara untuk pencegahan dan pengobatan diare baik yang disebabkan oleh Rotavirus maupun mikroorganisme lain, pseudomembran colitis maupun diare yang disebabkan oleh karena pemakaian antibiotika yang tidak rasional rasional (antibiotic associated diarrhea).

Preparat zink
Akhir-akhir ini pemberian preparat zinkid pada penderita diare akut sangat dianjurkan. Hasil dari beberapa studi menunjukkan bahwa preparat zink dapat mengurangi pengeluaran dan volume tinja sehingga secara klinis preparat zink memiliki manfaat yang signifikan terhadap tingkat keparahan dan durasi berlangsungnya diare akut.
Secara umum, suplemen zinc pada anak yang menderita diare berguna:
o mempersingkat episode diare ( menurunkan jumlah hari lamanya anak sakit)
o Menurunkan kejadian berulangnya diare
o menurunkan tingkat keparahan penyakit sahingga dapat menurunkan angka kematian karena diare.
Dosis pemberian tablet zinc yang diberikan:
o Untuk usia 2 – 5 bulan g 10 mg, 1 kali sehari selama 10 hari
o Untuk usia 6 bulan keatas g 20 mg, 1 kali sehari selama 10 hari.


D. Edukasi untuk pencegahan terulang dan terjadinya diare
Edukasi pada keluarga penderita sangatlah penting untuk pencegahan terjadinya diare yang berulang, bahkan ke arah terjadinya diare persisten maupun kronik. Pencegahan diare yang dilaksanakan dengan tepat, merupakan hal yang penting seperti halnya tatalaksana penderita dan mungkin satu-satunya cara menghindarkan kematian bila pengobatan belum tersedia.
Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia.
Sejumlah intervensi telah diusulkan untuk mencegah diare pada anak; kebanyakan meliputi cara yang berhubungan dengan cara pemberian makanan kepada bayi, kebersihan perseorangan, kebersihan makan, penyediaan air bersih, pembuangan tinja yang aman dan imunisasi. Ada 7 cara diidentifikasi sebagai sasaran untuk promosi, yaitu: 6,11
• Pemberian ASI
• Perbaikan makanan pendamping ASI
• Penggunaan air bersih untuk kebersihan dan minum
• Cuci tangan
• Penggunaan jamban
• Pembuangan tinja bayi yang aman
• Imunisasi campak


Menanggulangi Penyakit Penyerta.
Anak yang menderita diare mungkin juga disertai dengan penyakit lain. Sehingga dalam menangani diarenya juga perlu diperhatikan penyekit penyerta yang ada. Beberapa penyakit penyerta yang sering terjadi bersamaan dengan diare antara lain : infeksi saluran nafas, infeksi susunan saraf pusat, infeksi saluran kemih, infeksi sistemik lain ( sepsis, campak ) , kurang gizi, penyakit jantung dan penyakit ginjal.

KOMPLIKASI
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai macam komplikasi seperti:3
1. Dehidrasi
2. Renjatan Hipovolemik
3. Hipokalemia ( dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan pada elektrokardiogram)
4. Hipoglikemia
5. Asidosis metabolik
6. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defesiensi enzim laktase karena kerusakan villi mukosa usus halus
7. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik
8. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami kelaparan.

Dehidrasi
Dehidrasi terjadi bila cairan yang dikeluarkan lebih banyak daripada yang masuk. Hal ini disebabkan oleh berak yang berlebihan, muntah, dan penguapan karena demam. Pengeluaran cairan tubuh sangat dipengaruhi oleh jumlah, frekuensi, dan komposisi elektrolit tinja. Dehidrasi merupakan keadaan yang berbahaya karena menyebabkan penurunan volume darah, kolaps kardiovaskuler, dan kematian bila tak ditangani dengan tepat.
Salah satu gejala dehidrasi adalah sindroma syok (syok hipovolemi), kegagalan sirkulasi darah yang berlangsung lama dan menyebabkan gangguan sirkulasi perifer, dimana kegagalan ini akan mempengaruhi metabolisme sel sehingga akan timbul kenaikan sisa-sisa asam metabolik dan akan menimbulkan asidosis metabolik yang ditandai dengan adanya nafas kussmaul.13

Imbalance Elektrolit
Karena terjadi pergeseran cairan intraseluler ke ruang interstisial, maka terjadi pergeseran ion K+ dari dalam sel ke ruang interstitial pula. Penurunan kadar ion K+ ini menyebabkan tonus sel dan jaringan menurun. Keadaaan hipokalemia yang sangat berat dapat menimbulkan gejala ileus paralitikus atau arritmia kordis Kadang-kadang, keadaan hipokalemia ini timbul pada proses rehidrasi, hal ini kadang disebabkan oleh pemberian cairan yang terlalu cepat, sehingga sebagian ion K+ akan terdesak keluar sel, sehingga timbul keadaan hipokalemia sehingga perut menjadi kembung dan bunyi usus berkurang atau menghilang.13

Asidosis metabolik
Pada saat diare, sejumlah besar bicarbonat dapat hilang melalui tinja. Pengeluaran bicarbonat bersama-sama tinja, akan menaikkan konsentrasi ion H+ sehingga menyebabkan pH turun.13

PROGNOSIS
Prognosis diare sebaiknya jangan ditentukan pada hari-hari pertama. Pengalaman membuktikan bahwa penderita pada hari pertama digolongkan ringan, namun pada hari-hari berikutnya dapat saja terjadi asidosis. Sebaliknya, dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia.6,11


DAFTAR PUSTAKA

1. Wiku Adisamito. Faktor Resiko Diare Pada Bayi dan Balita di Indonesia: Systematic Review Penelitian Akademik Bidang Kesehatan Masyarakat dalam Makara Kesehatan Vol.11 N0.1. Universitas Indonesia. Jakarta. 2007 : 1-10
2. Yusuf S. Diare Akut Karena Infeksi dikutip dari : http://yusufsinaga.wordpress.com/2009/04/29/gastroenteritis-akut/#more-142. 29 April 2009
3. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK-UI. Gastroenterologi dalam Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid I, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-UI, Jakarta, 2002 : 283-312
4. Deddy SP. Diare Akut pada Anak dikutip dari: http://www.dr-rocky.com/layout-artikel-kesehatan/42-diare-akut-pada-anak. 29 Juni 2009
5. Soegeng S, dkk. Diare Akut pada Anak dalam Ilmu Penyakit Anak Diagnosis dan Penatalaksanaan. Salemba Medika. Jakarta. 2002 : 73-87
6. Umar Z, dkk. Diare Akut Disebabkan Bakteri. Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK USU. 2004
7. Nelson. Gastroenteritis dalam Nelson Textbook of Pediatrics, Edisi 17,
Saunders An Imprint of Elsevier Science, USA. 2004 : Chapter 321
8. Anonymous. Diare. dikutip dari http://secondking.wordpress.com/2008/11/15/diare-2/-- . 10 Juli 2009
9. Subijanto MS, dkk. Managemen Diare Pada Bayi dan Anak dalam Buletin Divisi Gastroenterologi SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR, dikutip dari http://vampiresurferz.blogspot.com/2008/07/managemen-diare-pada-bayi-dan- anak.html 2 Juni 2009.
10. Green and Richmond. Diarrhea dalam Pediatric diagnostic Edisi 3. Saunder Company. USA. 1980 : 301-312
11. Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan lingkungan Pemukiman. Buku Ajar Diare, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 1999.
12. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Diare Akut dalam Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, Jakarta. 2004 : 49-52
13. Anonymous. Anak dengan Diare Akut dikutip dari http://www.kesimpulan.co.cc/2009/05/anak-dengan-diare-akut.html 6 Mei 2009
14. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala. Prosedur Penanganan Diare dalam Prosedur Tetap Pelayanan Medik Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-UNSYIAH,. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK-UNSYIAH. Banda Aceh : 22-24
15. Anonymous. Tatalaksana Penderita Diare dikutip dari. www.kalbe.co.id/tatalaksanapenderitadiare. 25 April 2009
16. Oliver F. Bukti Keamanan dan Kemanjuran Suplementasi Zinc pada Penanganan Diare dikutip dalam Sari Pediatri Vol 10 No.1 Suplemen. Konika. Surabaya. 2008 dikutip dari http://www.eurekaindonesia.org/download/WHO%20-%20Zinc%20Abstract%20of%20Dr%20O%20Fontaine%20-%20KONIKA-INDONESIA.pdf 7 Juli 2009.

1 komentar:

Pengobatan Herbal Diare mengatakan...

terimakasih untuk informasinya, sebenarnya klo dibiarkan tanpa di obati, penyakit apapun bisa menjadi berbahaya,

Posting Komentar