Sabtu, 13 Agustus 2011

PRINSIP FARMAKOLOGIK TERHADAP TERAPI KOMBINASI

Artikel ini membahas dasar farmakologik untuk memahami aksi terapeutik dari obat, faktanya untuk mereka pada penggunaan secara kombinasi. Fokusnya adalah prinsip terapi kombinasi yang perlu digaris bawahi secara umum, termasuk contoh dari penyakit lain dibandingkan dengan chronic obstructive pulmonary disease(COPD). Aspek farmakodinamik dari kerja obat yang diperlihatkan, dengan menekan pada temuan baru yang dimengerti dari interaksi reseptor obat dan dari obat yang sama. Farmakokinetik dan drug –induce perubahan adaptif pada reseptor dan jalannya signal cel adalah yang diringkas, menekankan pada yang lebih penting terhadap terapi kombinasi yang potensial yang bertujuan pada kerja obat yang panjang. Suatu organisasi dengan kerangka kerja untuk tiga perbedaan yang mendekati terapi kombinasi adalah yang diusulkan; rasio molekuler untuk tiap pendekatan adalah dijelaskan bersama dengan contoh klasik dari penyakit lain. Dan kemudian mereka mengaplikasikan terhadap terapi kombinasi pada COPD adalah yang dibicarakan. Terakhir, terminology untuk independen dan efek interaktif dari kombinasi obat adalah yang didiskusikan, dan menghasilkan analisis kwantitatif dan visual yang memperlihatkan efek dari obat kombinasi adalah sebagai pendahuluan. Prinsip dasar yang diulangi dimana menyediakan fondasi farmakologik untuk artikel berikutnya pada bahasan ini dimulai kombinasi pada dasar penggunaan utuk COPD, dan poin mereka novel yang strategis untuk potensi dimasa yang akan datang didapatkan dengan terapi kombinasi pada COPD.
Kata kunci: desentisisasi; kurva dosis-respon; interaksi reseptor-obat; farmakodinamik; farmakokinetik; sinergis
Sebuah perusahaan pada prinsip dasar farmakologi menangani kerja dari seluruh obat merupakan hal-hal yang perlu dimengerti efek dari terapi kombinasi untuk chronic obstructive pulmonary disease(COPD). Kerja spesifik dari obat yang digunakan pada terapi kombinasi yang terutama harus dipahami, tapi mereka berkera secara individual adalah sebagai subjek yang di modifikasi dengan adanya kedua obat tersebut. Kerja baru yang unik bisa terjadi hanya dengan terapi kombinasi dan tidak dengan obat yang diberikan masing-masing. selanjutnya didapat pada lapisan yang lain yang complek. prinsip dasar yang lebih penting dari farmakologik adalah hal-hal yang perlu dimengerti pada terapi kombinasi adalah diperlukan disana, bersama dengan organisasi baru untuk bermacam-macam rasio : digunakan obat kombinasi dan suatu penjelasan yang singkat dari terminology dan metode analitik merupakan hal-hal yang perlu dimengerti oleh individu dan efek interaktif dari obat yang digunakan pada terapi kombinasi.
Batasan farmakologi adalah dibagi dalam dua area : farmakokinetik, yang mana setuju dengan lebih aman mendapatkan kwantitas yang baik dari obat aktif pada lokasi yang baik untuk kwantitas yang baik pada saat yang tepat; dan farmakodinamik , yang disetujui dengan pengertian efek dari obat di samping kerjanya (1-3). Alternatifnya, farmakodinamik mempunyai deskripsi sebagai studi dari “ apakah obat bisa bekerja pada tubuh” dan farmakokinetik sebagai suatu studi dari” apakah reaksi tubuh untuk obat.” Kedua farmakokinetik dan farmakodinamik menyediakan target penting dan rasion untuk penggunaan terapi kombinasi.

FARMAKODINAMIK : KERJA OBAT PADA SITE TARGET.
Aspek Dasar Dari Kerja Obat
Reseptor pada obat. Efek awal dari semua obat adalah dihubungkan oleh interaksi dengan reseptor spesifik, tiap pengklasifikasian reseptor terhadap hormone, neurotransmitter, dan factor pertumbuhan, atau tidak menklasifikasikan reseptor obat meskipun demikian menurut hukum dari interaksi reseptor obat (2,3). Interaksi reseptor obat bisa secara umum dijelaskan dari persamaan [RD]=[RT]X[D]/(KD+[D]), dimana [RD]adalah konsetrasi dari reseptor obat yang komplek, [RT] konsentrasi reseptor total, [D] adalah konsetrasi dari bebas obat(tidak melewati reseptor), dan KD keseimbangan yang konstan terhadap selisih dari yang bebas obat D terhadap bebas reseptor R untuk bentuk D komplek, di definisikan oleh reaksi R+D = RD. bentuk yang sama dari persamaan yang digunakan pada penjelasan radioligand bisa lebih dekat : B=BmaxxF/(KD+F), dimana B adalah konsentrasi dari bound ligand, Bmax adalah angka total dari jumlah yang mengikat , padalah konsentrasi obat yang bebas , dan KD adalah keseimbangan yang konstan terhadap selisih reaksi. Kedua dari persamaan pada daerah clasik hiperbolik kurva respon dosis ketika data diplot dengan konsentrasi bebas obat dan klasikal sigmoid kurva respon dosis ketika diplot dengan log dari konsentrasi bebas obat. Pada tiap plot, nilai KD adalah konsentrasi dari obat sebanyak 50% dari maksimal komplek reseptor obat. KD adalah ukuran dari adfinitas dari obat terhadap reseptor (atau dari reseptor untuk obat), kecilnya KD nilai yang di perlihatkan dengan afinitas yang tinggi dan besarnya KD nilainya memperlihatkan adfinitas yang rendah. Keduanya dari plot menyatakan saturasi dari reaksi yang lebih luas dari nilai yang terbatas dari reseptor yang ada terhadap interaksi obat.
Reseptor yang dihubungkan dengan reseptor obat. Poin akhir dari dalam terhadap pengobatan COPD atau penyakit lain adalah seluler atau efek klinis yang dihasilkan untuk formasi dari suatu resepor obat yang komplek, tidak ada interaksi untuk reseptor obat itu sendiri. Pada kasus yang sederhana , efek dari suatu obat terhadap reseptor adalah secara langsung proporsional terhadap konsentrasi dari RD komplek, dan persamaan terhadap efek obat adalah secara esensial identik terhadap pengikatan terhadap reseptor. Secara matematikal, E+EmaxXD/Ka+D), dimana E adalah efek dari konsentrasi obat D,Emax adalah efek maksimal ketika semua dari reseptor adalah diduduki oleh obat aktif, dan Ka adalah konsetrasi dari obat memberi sebagian dari respon maksimal dan definisi potensi obat . pada kasus yang sederhana, potensi obat terhadap pencetus suatu respon adalah identik terhadap afinitas terhadap pengikat reseptor ; biasanya, ini bukan kasus yang biasa.
Agonis dan antagonis. Obat-obatan yang meningkatkan kerja reseptor ketika mereka dibentuk dari RD komplek adalah agonis. Pengikat obat tapi bukan alter reseptor teraktivasi adalah antagonis. Walaupun antagonis bukan alter pada awal aktivasi dari reseptor, meskipun demikian bisa menghasilkan laporan pada efek klinis yang lebih penting, karena pemilikan dari reseptor daerah yang terjepit bisa dicegah dengan agonis endogen terhadap peningkatan aktivasi reseptor. Ketiga kelompok obat dan reseptor aktif dengan cara yang sama dengan agonis tapi gagal menyebabkan respon maksimal, ketika obat sudah cukup memperlihatkan semua kedudukan reseptor. Obat-obatan adalah dari sebagian agonis , dan tambahan pada peningkatan reseptor aktifasi adalah termasuk “keefektifan”. Keefektifan dari agonis parsial adalah didefinisikan pada hubungan respon maksimal yang mungkin atau respon terhadap riwayat obat terhadap reseptor, obat yang dihubungkan dengan agonis sepenuhnya terhadap perbedaan dari agonis parsial. Agonis lengkap memilki keefektifan dari 1; antagonis mempunyai keefektifan dari 0;dan agonis parsial memiliki keefektifan yang lebih besar dari 0 tapi tidak mungkin 1. Agonis parsial dengan keefektifan yang rendah secara frekuensi sama seperti antagonis pada penggunaan klinis. Sebagai contoh. Beberapa β-adrenergik antagonis , seperti pindolol, agonis parsial dan kadang-kadang dinilai memilki aktivitas simpatomimetik intrinsic. Hal itu penting untuk perbandingan potensi adalah suatu ukuran dari kwantitas dari obat yang dikeluarkan terhadap suatu respon yang diberikan secara umum, dimana keefektifan adalah ukuran dari besaran dari respon yang dikeluarkan dari obat; parameter yang lebih besar dari tiap yang lainnya.
Konsep Yang Ditemukan Pada Kerja Obat Dan Teori Reseptor
Kesulitan pada respon dan interaksi reseptor obat. Penilaian secara sederhana pada satu obat terhadap awal yang tunggal dari reseptor untuk merangsang respon tunggal langsung secara proporsional untuk itu pengikatan terhadap reseptor adakalanya lengkap pada laboratorium. Hal itu terutama valid ketika satu reseptor spesifik memberi efek adalah poin akhir yang diukur, seperti G protein aktivasi untuk reseptor G-protein-coupled atau transkiptional aktivasi dari suatu gen yang spesifik untuk reseptor steroid. Hal itu sekarang diketahui, biasanya reseptor memilki multiple active diawalnya bisa dikirim melalui signal yang multiple, membuat reseptor aktivasi yang lebih komplek. Juga, pada studi klinik dan pada praktek medical, ukuran poin akhir adalah secara menyeluruh banyak step distal untuk menentukan interaksi reseptor obat , setelah signal complex trandusen cascade dan mekanisme respon. Pada kasus berikut, efek akhir dari obat adalah tinggal determinan oleh pengikat reseptor itu, tapi kedua obat bersifat seluler atau potensi klinis dan seluler dan keefektifan klinis yang dipamerkan hubungan kerjanya lebih komplek terhadap fraksi dari reseptor yang ditempati oleh obat aktif. Beberapa orang dari factor kunci di kontribusi berbeda antara reseptor simple yang dimiliki dan respon obat yang dihubungkan dengan reseptor obat yang actual adalah lebih baik disana, bersama dengan oportuniti mereka bisa memperlihatkan untuk yang baru terhadap terapi kombinasi COPD.
Aktivitas dasar dan kebalikan dari agonis. Hal itu sekarang memilki ketetapan yang kuat untuk reseptor yang bisa dipamerkan merupakan aktivitas konstitutif dan respon aktif seluler pada saat hilang dari suatu ligand aktif. Walaupun fenomena dimana pertama dinilai untuk dimutasi atau reseptor yang lebih dan sangat cepat pada system sel isolasi , dimana bukti dukungan yang relevan pada sistemt fisiologik yang lebih dan beberapa yang patologis (4-6). Temuan pada bagian yang lebih besar untuk mengarah ke konsep reseptor bisa dikeluarkan pada suatu konformasi inaktif (biasanya diperlihatkan oleh (R) atau suatu konformasi aktif(R*) dan agonis ligand yang stabil yang R* konformasi oleh selisihnya. Yang lebih luas yang mana agonis bisa juga diantara R inaktif dari receptor dan berjalan secara aktif di konversi ke R* aktif yang sudah ditetapkan. Pada tiap kasus, efek dari agonis adalah meningkatkan fraksi dari reseptor pada R* aktif dan meningkatkan reseptor signal mediasi.
Identifikasi dari ketetapan reseptor aktif yang cepat untuk realisasi banyak obat sebelumnya untuk antagonis dapat secara actual menurunkan aktivitas kontitutif dari receptor. Meraka bukan antagonis sederhana dengan efek dari diri mereka kecuali utuk mencegah agonis terhadap pengikatan dan aktivasi reseptor, tapi kemudian mereka dimana kebalikan dari antagonis, kemampuan obat dari receptor dan jalannya signal pada daerah yang berlawanan terhadap agonis klasik. Yang perlu dimengerti dari kebalikan antagonis adalah mereka kurang istimewa untuk bentuk R inaktif dari reseptor dan kestabilan pada jalan yang sama keistimewaan agonis kurang dan bentuk R* stabil. Lebih lanjut, hanya agonis parsial penyebab hilangnya daripada aktivasi penuh dari reseptor saat dengan yang memiliki reseptor penuh, dimana juga kebalikan agonis parsial tidak sepenuhnya mencegah bentuk dari R* saat dengan reseptor yang dimiliki sepenuhnya. Penjelasan untuk efek parsial adalah obat-obatan bisa berkurang dan stabil keduanya R dan R* konformasi untuk bentuk yang lebih. Full agonis secara primer pengikatan dan stabil bermula dari R* , cukup kebalikan agonis secara primer kurang dan stabil bermula dari R, dan akhirnya spectrum antara yang ekstrim adalah di tempati oleh agonis parsial , antagonis dan kebalikan antagonis parsial. Efek kwalitas seperti keefektifan dari obat, dengan nilai rata-rata dari 1 untuk semua agonis terhadap 1 untuk kebalikan agonis. Pada model berikutnya , hanya kebenaran antagonis adalah komponen dengan suatu keefetifan intrinsic dari persisnya nol.banyak obat menggunakan antagonis seperti untuk yang diperlihatkan pada beberapa agonis parsial atau aktivitas kebalikan agonis parsial; biasanya pada praktek klinis , banyak dari yang bisa secara signifikan berbeda dari pengklasifikasian antagonis. Untuk terapi COPD, hal itu penting untuk pertimbangan kemungkinan beberapa dari patologi yang lebih luas dari reseptor aktif, beberapa dari efek yang dikeluarkan obat dapat dihubungkan oleh kebalikan agonis lainya dibandingkan antagonis yang sederhana, dan obat baru dengan kebalikan aktivitas agonis sebagian tujuan terapeutik.
Multiple aktif yang sesuai dari reseptor. Cerita dan penjelasan dengan konsep yang sama penting adalah banyak reseptor bisa dipamerkan secara multiple aktif yang sesuai, tiap dari yang bisa berhubungan dengan perbedaan efektor terhadap modifikasi aktif dari perbedaan alur target signal untuk efek yang berbeda. Obat-obatan bisa kurang untuk dan variasi stabil dalam menentukan yang sesuai., membuat hal itu mungkin menjadikan obat untuk target hanya suatu subset dari efek dihubungkan oleh reseptor. Mungkin karakteristik yang baik contoh dari konsep ini dimodifikasi dari respon ekstrogen yang selektif, seperti tamoxifen dan raloxifene, dimana pengikatan reseptor estrogen tapi seperti antagonis untuk efek reseptor estrogen lainnya. perbedaan elemen respon estrogen pada DNA adalah secara khusus aktif atau inaktif oleh perbedaan reseptor estrogen yang sesuai, diperoleh suatu perbedaan set dari gen untuk diekspresikan pada respon untuk setiap obat, pada akhirnya mereka semua menggunakan reseptor yang sama (7,8). Itu terlihat sepeti reseptor glukokortikoid dan elemen respon sama seperti fenomena yang dipamerkan dan pemilihan bentuk respon glukokortikoid dengan selektif dapat menjadi penting untuk reseptor estrogen, dengan tujuan meningkatkan spesifitas dari efek yang dilaporkan.
Sebangun dengan multiple aktif yang sesuai dasar yang di perlihatkan untuk reseptor G-protein-coupled, dengan perbedaan kesesuain aktifati protein G yang berbeda dan perbedaan alur jalannya signal . pada kasus dari reseptor G protein-coupled, konsep ini kadang kadang kembali seperti “signal peringatan”,dengan perbedaan ligand termasuk respon reseptor berbeda dengan jalan signal intraseluler (9,10);”sesuai agonis selektif “ adalah diusulkan untuk masukan yang lebih. Konsep baru menyediakan peluang untuk monoterapi dengan kisah yang sesuai- obat selektif. Tambahan yang paling mungkin adalah terapi kombinasi target interkonfrensi yang di dapat diantara bentuk dasar yang aktif, dengan satu obat seperti activator dan control obat lainnya mungkin dari reseptor yang sesuai dinginkan untuk obat terhadap pengikatan dan kestabilan.
Level sifat reseptor dan reseptor cadangan. Karena dari aplikasi signal bisa terjadi pada banyak tahap pada jalannya signal yang diaktifkan oleh reseptor dan karena factor lain dibandingkan konsentrasi dari reseptor obat yang komplek bisa hilang pada respon terakhir, maksimal seluler atau respon klinik adalah yang diperoleh dengan konsentrasi obat yang menjauh terhadap pencapaian maksimal reseptor yang dimiliki. Ini dilaporkan pada fenomena yang berulang seperti “ reseptor cadangan “ (jadi dimasukan karena cel memiliki reseptor yang lebih dibandingkan kebutuhan respon maksimal) atau” reseptor cadangan “(karena beberapa sel bisa hilang dari reseptor dan tinggal pemeliharaan penuh yang responsive) bagian reseptor cadangan pada kurva dosis respon terhadap efak obat di sebelah kiri , menampilkan curva terhadap pengikatan obat terhadap reseptor. konsentrasi dari obat yang di berikan sebagian memberikan respon yang maksimal pada konteks ini biasanya dikembalikan seperti EC50 (konsentrasi yang efektif adalah 50% respon ), karena itu adalah suatu factor yang komplek dengan banyak variable dibandingkan dengan yang konstan. Rasio dari EC50 sampai KD terhadap selisihnya adalah digunakan sebagai indicator kwantitatif dari kelebihan reseptor cadangan. Kunci hasil dari hubungan kerja adalah keefektifan seluler atau klinis dari perubahan obat pada suatu komplek dengan jalan seperti angka dari perubahan reseptor (contoh karena dari dasar penyakit atau drug-induce kelebihan regulasi atau kurangnya regulasi dari reseptor atau kelompok untuk jalannya signal). Pada umumnya, peningkatan angka dari peningkatan reseptor terhadap respon yang maksimal pada hilangnya dari reseptor cadangan tapi bagian kurva dosis respon ke kiri (lebih berpotensi, dibawah nilai EC50) yang diperlihatkan pada reseptor cadangan (jumlah reseptor asli cukup siap untuk respon maksimal). Secara berlawanan menurun pada angka lead reseptor terhadap daerah yang lebih besar pada kurva respon dosis (menurunkan potensi, meningkatkan nilai EC50)jika disana ada reseptor cadangan; biasanya, seperti jumlah dari reseptor menjadi terbatas factor untuk jalannya efek, respon maksimal juga mulai menurun. konsep ini mungkin disediakan untuk terapi kombinasi, dengan kedua obat yang digunakan untuk meningkatkan atau menurunkan ekspresi dari resptor adalah target utama obat. Dimana konsepnya juga relevan diambil untuk meningkatkan regulasi dan menurunkan regulasi dari ekspresi reseptor bisa terjadi pada respon untuk kronik obat yang terpapar, dibicarakan pada yang berikutnya.
FARMAKOKINETIK : JALANNYA OBAT DAN LAMA KERJANYA
Prinsip farmakokinetik adalah secara luas didalam empat komponen : (1) absorbsi, (2)distribusi, (3)metabolism, (4) pengeluaran (1). Sebelum suatu obat bisa mencapai cel target dan reseptor untuk efek mediasi, hal itu akan diabsorbsi secara efektif dan kemudian didistribusikan sesuai dengan kebutuhan dari kerjanya. Kedua obat untuk terapi kombinasi dapat dijumpai obat yang bisa di absorbs dengan baik, selebihnya dari absorbs, atau didistribusi dari obat pertama yang lebih efektif untuk kausa yang diinginkan pada poin terakhir. Kedua bagian obat bisa digunakan sebagai target efek dari obat pertama sesuai denngan kerja yang diinginkan, tanpa obat kedua memilki kerja dari dirinya sendiri. Metabolism dan eliminasi dari obat bisa menurunkan kwantitas atau lamanya kerja obat dan kedua obat untuk terapi kombinasi yang dapat menurunkan Metabolism dan eliminasi dari obat pertama . pada kasus , kedua obat tidak berefek langsung pada poin kwantitas akhir. Tapi hanya meningkatkan konsentrasi yang efektif dari obat pertama yang aktif pada target terapetik.
Perubahan Adaptif Pada Reseptor Dan Jalannya Signal Seperti Target Terhadap Terapi Kombinasi
Reseptor obat dan jalannya signal yang dihubungkan dengan satu kesatuan, tapi lebih dari itu adalah subjek untuk perubahan yang adaptif pada banyak pilihan. Dengan konstan atau menampilkan obat-obat agonis, receptor bisa dibawah desensitisasi pada ability mereka untuk mengurangi ligand mereka atau untuk asal signal pada respon terhadap ligand. Mekanisme multiple adalah yang dimasukan, dan waktu untuk mulai mengembalikan tiap komponen dari perubahan menyeluruh pada respon bisa berbeda. Modifikasi kovalen dari reseptor atau molekul signal lainnya adalah sering dimasukan dan secara khusus menjadi lebih cepat. Dengan pengobatan yang lebih lama, banyak reseptor dibawah internalisasi dalam vesikel endositotik atau redistribusi terhadap kompartemen seluler lain, seperti dalam kecepatan keluar dari caveola atau lemak, dimana asesibilitas untuk ligand atau kemampuan mereka untuk menghantarkan signal mungkin berbeda. Dengan waktu pemaparan yang panjang, dimana sering menurun pada jumlah total dari reseptor karena dari degradasi yang ditingkatkan, penurunan sintesis, atau keduanya. Penurunan pada jumlah reseptor adalah seperti menurunya regulasi , walaupun juga bisa untuk fungsi desensitisasi. Arus kerja difokuskan pada mekanisme multiple terhadap pengambilan regulasi dari reseptor G protein–coupled, dengan 2-adrenergic receptor adalah target dari obat reseptor yang luas dengan karakteristik terbaik (11). Banyak tipe lain dari reseptor adalah subjek untuk perubahan adaptif yang sama dengan aktivasi kronik, walaupun molekuler detil yang spesifik adalah berbeda. Kebalikannya, obat blok atau menurun aktivitas reseptor adalah seperti reseptor yang di induce meningkatkan regulasi atau meningkatkan kapasitas signal, seperti maintenance homeostatic dari level yang sesuai dari sensitivitas dan responsive. Perubahan adaptif mungkin pada riwayat ini untuk terapi kombinasi. Sebagai contoh, kedua obat dapat digunakan untuk menurunkan desensitisasi dari respon pertama obat dan lama kerja obat pertama. Pilihannya, obat kedua mungkin digunakan di tingkat international untuk meninduce secara selektif desensitisasi atau menurunkan regulasi dari reseptor obat pertama,
khususnya, kedua obat, mungkin obat pertama mempunyai kerja yang lebih. banyak usaha menempatkan temuan yang bisa dimengerti dari mekanisme dari desensitisasi reseptor, dan kerja ini pada suatu hari terhadap terapi kombinasi dengan satu obat untuk respon yang berbeda dan obat kedua membantu respon pemeliharaan.
RASIO TERHADAP TERAPI KOMBINASI
Rasio klinis terhadap terapi kombinasi
Dari terapi secara klinis yang hilang, disana mungkin hanya dua rasio yang menggunakan obat kombinasi. Pertama dan lebih nyata adalah untuk memperoleh efek terapetik yang sama seperti yang diperoleh hanya dengan satu obat, tapi dengan menghilangkan efek yang baru atau membatasi dosis toksisitas. Kemungkinan, terapi kombinasi yang ideal didapatkan hasil dari keduanya(12). secara kontras dua rasio klinis yang sederhana, dimana adalah suatu range yang lebih besar dari dasar farmakologi yang menggunakan kombinasi dari dua obat lebih baik dibandingkan obat tunggal. Kombinasi dua obat targetnya bermacam-macam mekanisme terhadap semua aspek dari kerja obat, seperti didiskusikan pada yang lebih detil pada bagian berikutnya.

Rasio Mechanistic terhadap kombinasi obat:
Pada Organizational Framework
Overview. Untuk diskusi berikut nya rasio famakologi untuk terapi kombinasi di bagi kedalam 3 pendekatan umum.Harus ditekan kan bagaimana pun hal ini tidak di klasifikasikan secara tegas,karena banyak kombinasi obat memiliki kerasionalan yang beragam dan mekanisme interaksi dan tidak jatuh pada 1 kelas tunggal.Rangka kerja organisasi ini mungkin berguna sebagai penuntun untuk memahami kombinasi – kombinasi obat dan sebagai stimulus untuk memacu pendekatan baru menggunakan strategi kombinasi.
Obat-obat Kombinasi Kelas 1 : Penjelasan Rasional dan Contoh.
Kombinasi kelas 1 meliputi 2 (atau lebih) obat yang memiliki target berbeda dari penyakit. Hal ini mungkin jelas lebih rasional dengan menggunakan kombinasi obat, Karena banyak penyakit diketahui terdiri sari banyak komponen atau banyak faktor. Hal yang mungkin dijumpai pada terapi kombinasi dimana obat A dan obat B bekerja spesifik secara terpisah; namun mereka memiliki efek interaksi dalam semua status perkembangan kesehatan pasien. Hipertensi adalah penyakit dengan multikomponen yang diterapi dengan obat kombinasi kelas 1, yang meliputi obat-obat yang bekerja pada jaringan atau organ yang berbeda. Terapi hipertensi mencakup beberapa kombinasi diuretic yang bekerja pada ginjal untuk mengurangi volume darah; vasodilator yang bekerja secara langsung pada sel otot polos pembuluh darah; agonis adrenergic α-2 yang bekerja sentral untuk mengurangi aktivasi system simpatis; inhibitor ACE yang bekerja pada endotel untuk mengurangi kadar angiotensin; dan antagonis adrenergic yang bekerja pada jantung untuk mengurangi kontraktilitas myocardium dan pada ginjal untuk menghamabat pelepasan rennin.
Terapi Kombinasi Kelas 1 pada PPOK.
Obat-obat dalam kombinasi kelas 1 merupakan pendekatan umum dalam terapi PPOK, karena PPOK dikenal secara luas sebagai penyakit multikomponen. Satu kasus PPOK bisa membutuhkan beberapa terapi kombinasi. Obat-obat kombinasi kelas 1 yang jelas pada PPOK adalah penggunaan agonis β-2 ditambah kortikosteroid. Efek terapi utama agonis β-2 adalah bronkhodilatasi dengan aktivasi reseptor β-2 pada sel otot polos. Sebaliknya, efek terapi utama kortikosteroid adalah mengurangi inflamasi, terutama dengan menghambat keja sel-sel radang dan mediator inflamasi. Penggunaan antagonis muskarinik bersama dengan kortikosteroid merupaka contoh lain yang serupa dengan obat-obat kombinasi kelas 1, dengan antagonis muskarinik yang bekerja mengurangi bronkhokonstriksi. Aspek lain dari terapi kombinasi adalah bahwa masing-masingnya mencakup 1 agen dasar yang bekerja pada aspek akut penyakit (agonis-β atau antagonis muskarinik) dan 1 agen yang bekerja dalam jangka waktu lama pada perkembangan penyakit (kortikosteroid), dan tiap-tiapnya mengandung 1 agen untuk penyembuhan gejala simtomatik (bronkhodilator) dan 1 obat yang mungkin memodifikasi penyakit (Kortikosteroid antiinflamasi). Mekanisme tambahan dan tipe sel target juga terlibat dalam efek ketiga kelompok obat, yang banyak dibicarakan dalam isu ini. Ada suatu kebutuhan obat-obat tambahan untuk target lain dalam mengobati PPOK, yang dapat digunakan dalam bentuk kombinasi lain dengan obat-obat yang disebutkan sebelumnya. Aspek PPOK yang bukan target efektif langsung adalah produksi atau sekresi mukus dan batuk, dan remodelling struktur saluran nafas yang muncul dalam perjalanan penyakit pasien dan bersifat ireversibel.
Obat-obat Kombinasi Kelas 2: Penjelasan Rasional dan Contoh.
Obat-obat Kelas 2 mencakup banyak kombinasi obat yang bekerja pada komponen tunggal penyakit dan sering dengan tipe sel tunggal atau bahkan pada jalur respon tunggal pada tipe sel tertentu , namun dengan tempat kerja yang berbeda. Target spesifik ini menyebabkan efek yang lebih besar atau berkurangnya berkurangnya dosis obat dan berkurangnya toksisitas. Pada beberapa kasus, penggunaan 1 jenis obat lebih aman, namun tidak cukup efektif. Pada kasus lain, obat-obat dengan efek yang cukup efektif tersedia, namun efek samping dan toksisitas dapat mencegah penggunaannya pada dosis efektif. Pada kasus lain, kombinasi 2 jenis obat yang efektif poin akhir sementara mencegah toksisitas. Terdapat banyak pendekatan dalam kombinasi obat-obat dalam kelas ini, sebagaimana diilustrasikan dengan contoh tipikal selanjutnya.
Suatu contoh penggunaan 2 obat untuk memperoleh respon yang lebih baik daripada penggunaan obat tunggal, dimana kedua obat memiliki tempat dan cara kerja yang mirip, misalnya pada penyakit Parkinson. Levodopa adalah prekrusor obat yang dapat diubah menjadi dopamin, dan digunakan bersama dengan bromokriptin, agonis reseptor dopamin yang bekerja langsung pada reseptor yang sama. Antibiotik Kotrimoksazole menggunakan 2 jenis obat yang bekerja dengan cara yang berbeda pada jalur yang sama untuk menimbulkan penghambatan yang lebih besar daripada penggunaan obat secara tunggal. Cotrimoksazole adalah kombinasi antara obat Sulfametoksazole yang memblok sintesis asam folat dengan menghambat dihydropteroat synthetase, dan Trimetoprim, yang bekerja pada tahap akhir sintesis nukleotida dengan menghambat dyhidrofolat reduktase.
Kemoterapi pada kanker memberikan banyak contoh penggunaan kombinasi obat untuk meningkatkan efek terapi dan mencegah toksisitas yang terjadi akibat dosis zat tertentu, dimana secara teoritis cukup sitotoksik untuk membunuh sel kanker sendiri. Satu regimen terapi mengkombinasikan Cisplatin, yang pada dosis tertentu menyebabkan nefrotoksisitas; Etoposide atau Vinblastine, yang pada dosis tertentu menyebabkan supresi sumsum tulang belakang; dan Bleomisin, yang pada dosis tertentu menyebabkan toksisitas pulmonal. Pada kasus ini, obat-obat tersebut juga memiliki mekanisme sitotoksisitas yang berbeda terhadap sel kanker, yang menyerang penyakit melalui berbagai jalur dan juga mencegah kerusakan sel-sel non-kanker.
Suatu varian terapi kombinasi kelas 2 adalah dengna menggunakan obat kedua untuk mengurangi efek tunggal, spesifik dan efek lain yang tidak diinginkan dari obat obat pertama. Pada kanker prostat, agonis GnRH, seperti Leuprolide, digunakan secara kronik untuk mengurangi reseptor GnRH, sehingga menghambat stimulasi Testosteron. Antagonis reseptor Androgen, Flutamide digunakan sebagai kombinasi awal pada terapi untuk memblok meningkatnya testosteron yang muncul pada sebelumnya akibat penggunaan leuprolide, pada periode sebelum reseptor GnRH menurun. Contoh lain adalah penggunaan Diuretik Hemat kalium seperti Spironolakton, bersama dengan Tiazid, menurunkan jumlah kalium yang dileluarkan melalui urin yang dapat timbul pada penggunaan obat Tiazid tunggal.
Pendekatan obat kelas 2 yang lain adalah penggunaan obat kedua untuk menurunkan kerja yang berlebihan pada obat pertama, yang membuatnya lebih efektif. Pada Diabetes tipe 2, inhibitor α-glukosidase, acarbose menurunkan absorbsi glukosa dari saluran pencernaan, menurunkan kadar glukosa plasma daripada obat yang lain seperti sulfonil urea glipizid atau insulin injeksi, harus mengalami metabolisme atau penyimapanan. Mirip dengan hipertensi, inhibitor ACE seperti kaptopril menurunkan angiotensin II sehingga antagonis angiotensin seperti losartan menghilangkan kadar angiotensin II yang telah berkurang.
Obat-obat Kombinasi Kelas II Pada PPOK
Penggunaan kombinasi bronkodilator merupakan salah satu contoh kombinasi obat kelas II untuk mengobati PPOK. Agonis β-2, antagonis muskarinik dan theofilin bekerja pada komponen bronkokonstriksi PPOK, bekerja pada otot polos saluran pernapasan, dan meningkatkan cAMP sebagai komponen kunci mekanisme tersebut. Agonis β dan antagonis muskarinik bekerja memasukkan protein G terhadap enzim adenilklase, tetapi agonis β bekerja meningkatkan input stimulasi oleh protein Gs, sementara antagonis muskarinik bekerja menurunkan input hambatan oleh protein Gi. Kedua kelompok obat menggunakan reseptor dan protein G yang berbeda, namun menggunakan jalur yang sama dari adenilklase yang menyebabkan bronkodilatasi.
Kombinasi theofilin dengan agonis β dapat terlihat dimana teofilin menurunkan beban kerja agonis β, karena teofilin mencegah penghancuran cAMP yang dibentuk sebagai respon dari stimulasi agonis β. Dari perspektif yang lain, penggunaan bronkodilator lain dengan teofilin memberikan suatu pendekatan untuk menurunkan teofilin yang dibutuhkan, dengan demikian mencegah efek samping yang signifikan yang muncul pada dosis teofilin yang tinggi. Meskipun kemampuan mereka untuk memodulasi cAMP banyak diterima sebagai cara keja zat-zat ini, yang juga mungkin keuntungan menggunaka kombinasi obat-obat ini muncul dari efek tambahan yang tidak diketahui yang mungkin berbeda bila hanya menggunakan obat-obat tersebut secara terpisah.
Obat-obat Kombinasi Kelas 3: Rasional Dan Contoh
Obat-obat kombinasi kelas 3 mencakup satu obat yang berguna bila digunakan tunggal namun tidak cukup efektif atau terlalu toksik, dan obat kedua yang tidak memiliki aktivitas yang sama seperti obat pertama dan tidak memiliki efek yang berguna, namun dapat meningkatkan efektivitas obat pertama melalui mekanisme farmakokinetik atau farmakodinamik. Perlu diketahui bahwa obat-obat yang meningkatkan efek ini memodulasi tidak hanya dengan meningkatkan respon terhadap obat yang aktif namun juga durasi kerja obat aktif dengan tipe kerja yang berpotensi terapi.
Antibiotik Augmentin mengkombinasikan suatu obat aktif dengan suatu inhibitor untuk degradasinya: inhibitior β laktamase klavulanat utnuk mencegah bakteri yang menginaktifasikan obat amoksisilin yang aktif. Pendekatan lain adalah dengan menggunakan obat kedua utnuk mengubah distribusi jaringan atau sel dari obat aktif pertama dicontohkan oleh Sinemed (karbodipa dan levodopa), kombinasi yang digunakan pada penyakit parkinson.tujuna terapi adalah untuk meningkatkan kadar dopamin di otak dengan mengubah levodopa menjadi dopamin oleh enzim dopa-dekarboksilase di otak. Enzim ini di perifer dapat memetabolisme levodopa menjadi dopamin, menurunkan jumlah levodopa yang dibawa ke otak (dopamin tidak dapat melewati sawar darah otak) dan meningkatkan efek samping ddopamin pada jaringan di luar sawar darah otak. Karbidopa adalah inhibitor dopa-dekarboksilase pada perifer dan secara tidak langsung bekerja pada aktivitas levodopa di otak.
Obat-obat Kombinasi Kelas 3 Pada PPOK
Tidak ada contoh penemuan obat kombinasi kelas 3 pada terapi PPOK saat ini. Meskipun efek lain dapat berperan pada terapi PPOK. Kortikosterod tidak menyebabkan bronkodilatasi secara langsung, mereka meningkatkan ekspresi reseptor β-2, yang berpotensi meningkatkan efek agonis β-2. terdapat beberapa pertanyaan apakah kortikosteroid dapat mencegah desentisisasi yang dicetuskan oleh agonis dan berkurangnya reseptor β-2 dan efek ini bisa bervariasi dengan tipe sel dan jaringan atau dengan polimorfisme spesifik. Berubahnya ekspresi reseptor β dan desentisisasi ini bukan penjelasan rasional untuk kombinasi obat-obat ini, tetapi efek-efek ini berperan dalam dalam hal efektivitas kombinasi obat.
Terdapat adanya manfaat dalam kerja beberapa obat yang digunakan terapi tunggal pada kombinasi obat kelas 3 dengan mediator endogen. Teofilin dalam terapi tunggal dapat meningkatkan cAMP, mungkin kerjanya yang meningkatkan aktifitas zat endogen yang mernagsang pembentukan cAMP, aktivitas reseptor pasangan Gs, atau aktivitas basal dari adenilsiklase. Antagonis muskarinik bila diberikan tunggal dapat mencegah aktivasi endogen dari reseptor muskarinik akibat dari adanya agonis endogen atau mungkin dari aktivitas reseptor muskarinik lain.
Ada hal yang menghalangi salmeterol sebagai obat kombinasi kelas 3 dengan 2 bahan aktif dalam satu senyawa tunggal. Saligenin merupakan obat aktif pada aktivasi reseptor β-2, sementara arilalkil-oksialkil terdiri dari zat yang meningkatkan kerja obat aktif pada tempat kerja spesifik dimana obat-obat kemudian berikatan dengan durasi yang lama pada tempat kerjanya. Salmeterol memberikan obat aktif tambah dua mekanisme peningkatan farmakokinetik. Pandangan tentang salmeterol ini memberikan model yang berguna untuk zat potensial baru yang termasuk dalam kombinasi obat kelas 3 aktif. Meskipun diformulasi sebagai obat tunggal atau digunakan secara terpisah, kombinasi target yang selektif atau untuk hilangnya sensitivitas obat yang adaptif merupakan pendekatan yang memberikan kegunaan yang lebih besar sebagai proses-proses yang bisa dipahami lebih baik.

ANALISIS FARMAKOLOGI DAN VISUALISASI EFEK FARMAKOLOGI DARI BERBAGAI KOMBINASI OBAT
Terminologi Dasar Untuk Analisis Efek Kombinasi Obat
Penggunaan kombinasi obat mengharuskan anggapan tentang efek kombinasi obat alami secara kuantitatif dan terminologi untuk menggambarkan perbedaan antara efek kombinasi nyata dan yang diharapkan berdasarkan efek yang diketahui pada masing-masing obat. Pada analisis kuantitatif sederhana, efek kombinasi obat dapat sama dengan jumlah efek yang diharapkan dari dua obat, yang disebut dengan ”additif”; bila kurang dari nilai yang diharapkan, ”subadditif”; atau lebih besar dari nilai yang diharapkan, ”superadditif”. Dengan melihat mekanisme kerja, efek dari dua obat bisa independen, bila obat tidak mengubah kerja dari obat yang lain, atau interaktif, bila satu obat mengubah kerja obat yang lainnya. Beberapa sumber menggunaka istilah independen untuk menjelaskan apa yang disebut ”additif”. Pengarang menggunakan istilah additif untuk jumlah kombinasi alami dan ”independen” untuk mekanisme kerja obat kombinasi (non interaktif). Konsep interaksi melekat pada obat-obat kombinasi kelas 3 yang dijelaskan sebelumnya dimana suatu obat dapat mengubah kerja obat yang lain. Sebaliknya sasaran dari aspek yang berbeda dari penyakit dengan obat-obat kombinasi kelas 1 tidak menjelaskan secara langsung independensi pada kerjanya, karena obat-obat yang dapat mengubah efek obat yang lain pada titik akhir yang berbeda, sebagai tambahan untuk efek primernya. Obat-obat kombinasi kelas 2 dapat bersifat independen atau interaktif.
Mekanisme Efek Subadditif dan Superadditif Pada Kombinasi Obat
Untuk obat yang bekerja independen, subadditif muncul ketika respon jaringan kurang dari efektivitas obat sebagai faktor yang membatasi. Bila jumlah respon terhadap dua obat secara individu lebih besar daripada respon maksimal sistem, kemudian subadditif muncul tanpa adanya interaksi antara kedua obat (gambar 1 bagian atas). Subaddtif untuk obat-obat yang interaktif muncul ketika suatu obat mempengaruhi kerja obat yang lain untuk mengurangi obatnya sebagai contoh dengan meningkatkan degradasi atau dengan mempercepat menurunnya reseptor (gambar 2 bagian tengah). Antagonisme klasik merupakan kasus subadditif yang spesifik disebabkan oleh pengaruh, dimana obat kedua yang berinteraksi tidak bekerja kecuali memblok kerja obat pertama atau agonis endogen.
Superadditif dapat muncul hanya untuk kombinasi interaktif. Meskipun banyak penelitian yang menggunakan istilah sinergistik untuk semua efek kombinasi yang lebih besar dari yang diharapkan dari additif sederhana, penulis menggunakan istilah ”enhancement” dan ”sinergisme” sebagai istilah untuk memisahkan efek superadditif, dengan istilah yang memberikan informasi mekanisme tambahan. ”Enhancement” digunakan bila obat kedua tidak memberikan efek dan hanya meningkatkan efektivitas obat pertama (gambar 1 bagian bawah,kiri). Sebaliknya ”sinergisme” digunakan untuk kasus dimana masing-masing obat menunjukkan efek yang jelas tetapi dimana efek kombinasi lebih besar daripada additif (gambar 1 bagian bawah, kanan). Sinergisme muncul dari penjumlahan efek obat ditambah mekanisme tambahan yang menunjukkan satu obat atau keduanya yang meningkatkan efek obat yang lain. Pada kerangka kerja organisasi yang dijelaskan sebelumnya, sinergisme muncul untuk obat kombinasi kelas 3 sebagai tambahan untuk obat kombinasi kelas 1 atau 2. nilai yang lebih besar dari 1,5 kali jumlah efek obat tunggal sering digunakan sebagai kriteria untuk sinergisme. Perhatikan bahwa enhancemen dapat muncul karena suatu peningkatan dalam potensi, efikasi, atau keduanya dan kurva respon dosis pada tidak adanya dan adanya obat kedua diperlukan untuk menggambarkan efek ini.
Suatu contoh sinergisme dari penulis, sekalipun dengan zat endogen daripada dengan obat merupakan stimulasi sintesa DNA sel otot polos saluran napas manusia dengan mediator lipid asam lisofosfatidic bekerja pada reseptor protein G yang berpasangan, dan faktor pertumbuhan epidermal yang bekerja pada jalur reseptor tirosinkinase. Asam lisofosfatidic menyebabkan stimulasi 8 kali lipat; faktor pertumbuhan epidermal menyebabkan stimulasi 17 kali lipat dan asam lisofosfatidic tambah faktor pertumbuhan epidermal meyebabkan stimulasi 98 kali lipat, hampir 4 kali nilai yang diharapkan dari jumlah zat secarta terpisah. Sebaliknya pada penelitian yang sama tentang respon yang sama dengan endotelin dan faktor pertumbuhan epidermal di laboratorium lain, tidak ada stimulasi oleh endotelin sendiri, tetapi adanya endotelin meningkatkan stimulasi oleh pertumbuhan epidermal dari 23 – 86 kali lipat, suatu contoh peningkatan (enhancemen). Penulis dari penelitian selanjutnya menggunakan efek ini sebagai potensiasi; sementara yang lain menggunakan istilah sentisasi untuk fenomena yang sama. Kaarena istilah-istilah ini memiliki konotasi meningkatnya potensi atau sesitifitas, berlawanan terhadap efek yang meningkat atau respon maksimal, dan karena kedua istilah digunakan secara spesifik untuk situasi dimana suatu zat diberikan sebelum terapi daripada pada kombinasi, penulis menggunakan istilah enhancemen lebih umum kecuali pada kasus dimana hal ini jelas sinergisme. Beberapa teori lain sejak 15 tahun yang lalu menunjukkan berbagai model yang berbeda untuk memahami konsep independen, additif, sinergisme, dan antagonisme. Penelitian ini memberikan pandangan yang menarik dan penjelasan yang detail tentang analisi secara matematis dan model-model teori untuk efek lain di luar cakupan artikel ini.

Grafik Yang Menunjukkan Efek Kombinasi Obat
Pendekatan visualisasi grafik dan analisis efek kombinasi obat bergantung pada kelas, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumny. Untuk titik akhir yang berbeda oleh zat kombinasi kelas 1, dimana efek pada stiap titik akhir biasanya independen, memiliki kurva dosis yang terpisah dengan respon yang adekuat, karena perbedaan respon masing-masing obat pada kombinasi ini datar untuk titik akhir yang dicetuskan tipis. Untuk kombinasi kelas 3 dimana satu obat tidak memiliki efek, kelompok kurva dosis-respon yang lain pada ada atau tidak adanya peningkatan konsentrasi dari obat kedua seharusnya cukup untuk menganalisa dan mengilustrasikan interaksi ini. Perubahan dalam potensi, efikasi atau keduanya dapat terlihat pada grafik ini.
Untuk kombinasi dimana kedua obat mempengaruhi titik akhir poin yang sama namun memiliki efek interaktif yang berkisar antara antagonis sampai sinergis, pendekatan yang digunakan adalah grafik garis atau batang tiga dimensi dari kurva respon dosis untuk setiap zat yang menyebabkan ada atau tidak ada peningkatan konsentrasi obat yang lain. Kurva ini dapat dihubungkan secara grafik untuk membentuk suatu diagram permukaan, atau fishnet plot, yang memberikan visualisasi yang jelas dalam efek yang akan diukur atau diprediksi pada setiap konsentrasi. Pada grafik ini, konsentrasi masing-masing obat diplot pada aksis horisontal dan respon diplot pada aksis vertikal. Kurva respon dosis terhadap masing-masing obat tunggal terdapat pada batas depan diagram, dan kurva respon dosis terhadap masing-masing obat dalam hal adanya konsentrasi maksimal obat yang lain berada pada bagian belakang diagram. Suatu contoh plot ditunjukkan pada gambar 2, untuk kasus dimana masing-masing obat meningkatkan efikasi tapi bukan potensi obat yang lain. Program penyebarluasan standar dan ilmu spesialistik tentang grafik dan analisis program mampu membangkitkan dan menganalisa plot-plot ini. Dua pendekatan yang sering digunakan untuk visualisasi dan analisis adanya additif sederhana terhadap sinergisme atau pengaruh. Pertama adalah isobolograf, suatu plot dari satu atau lebih isobola, atau garis-garis dengan respon yang sama (gambar 3). Dosis obat A yang dibutuhkan untuk menimbulkan kadar respon (misalnya 50 %) diplot pada satu aksis, dan dosis obat B yang dibutuhkan dalam respon yang sama diplot pada aksis yang lain. Semua pasangan konsentrasi yang lain dari obat A dengan obat B diharapkan memberi tingkat respon yang sama berdasarkan efek tunggalnya, yang kemudian diplot utnuk mendapatka garis isobola. Respon aktual yang diukur untuk setipa kombinasi obat A yang diuji diberikan bersama dengan obat B yang kemudian diplot pada grafik yang sama. Titik yang segaris adalah additif, sementara titik di bawah garis additif menunjukkan kombinasi yang sinergis (membutuhkan konsentrasi yang lebih rendah daripada yang diharapkan untuk mencapai efek yang diberikan). Titik di atas garis adalah subadditif (membutuhkan konsentrasi yang lebih tinggi dari yang diharapkan untuk mencapai efek yang diberikan).
Meskipun banyak pembahasan menunjukkan isobola ini sebagai garis lurus, itu merupakan hasil yang diharapkan hanya pada bahan yang dipilih dimana dua obat bekerja pada dua reseptor yang sama atau target lain dalam hal kompetitif. Pada kasus yang lebih umum, dimana dua obat bekerja pada reseptor atau jalur yang berbeda untuk tujuan yang sama, isobola additif yang diperkirakan berbentuk konkaf. Garis isobola untuk kedua asumsi diilustrasikan pada gambar 3, menunjukan kesimpulan berbeda berdasarkan pendapat (ilmu) yang menunjukkan target dari kedua obat.
Respon permukaan atau grafik fishnet juga berguna untuk mendeteksi sinergisme atau hubungan. Permukaan dari efek yang diprediksi yang diperkirakan dengan additifitas sederhana untuk semua kombinasi konsentrasi obat diplot (tidak hanya untuk efek tunggal). Di sini, kombinaasi yang menunjukkan sinergisme di atas permukaan additif (konsentrasi yang lebih rendah dibutuhkan utnuk mencapai respon yang diberikan). Dan kombinasi yang menunjukkan hubungan dijumpai di bawah permukaan additif. Suatu plot yang menarik dapat dilihat dari data ini, kurang lebih pada teori, merupakan suatu plot dengan perbedaan antara permukaan respon utnuk kombinasi dan permukaan yang diprediksi dengan additif sederhana. Plot ini menunjukkan permukaan baru yang menggambarkan pola konsentrasi untuk menunjukkan sinergisme atau hubungan dan perluasan interaksi ini untuk setiap konsentrasi; pembaca diharapkan untuk lebih memahami teori dari penjelasan tambahan.

ASPEK FARMAKOLOGI TAMBAHAN PADA TERAPI KOMBINASI
Pembahasan terapi kombinasi farmakologi difokuskan pada penjelasan rasional dan mekanisme efek yang menguntungkan dari terapi kombinasi obat. Hal ini penting untuk dikenali, bahwa kombinasi dua atau lebih obat biasanya berhubungan dengan bahaya efek samping obat yang lebih besar. Hal ini mencakup additif dari efek yang diketahui dari masing-masing obat atau efek samping yang tidak diharapkan akibat interaksi antara keduanya.
Sebuah topik yang dianggap menarik oleh para farmakolog yang tidak dibahas adalah tentang penggunaan kombinasi obat dalam satu kemasan dosis tunggal versus penggunaan obat secara terpisah pada masing-masing dosis tunggal. Juga di luar cakupan bahasan ini tentang keuntungan dan kerugian dalm mengkombinasikan berbagai komponen dalam satu sediaan kombinasi menjadi satu molekul tunggal dengan manfaat yang banyak.
Diperhatikan bahwa kebutuhan terapi kombinasi tidak terbatas hanya pada kombinasi obat. Obat yang tunggal dapat digunakan pada berbagai intervensi untuk mendapatkan keuntungan tambahan. Hal ini terutama berhubungan dengan PPOK, dimana penghentian merokok, rehabilitasi paru, terapi oksigen, dan pembedahan dengan tujuan mengurangi volume paru merupakan berbagai manfaat dalam pendekatan farmakologi.

KESIMPULAN
Terdapat banyak penjelasan rasional yang berbeda dalam hal terapi kombinasi dan dasar-dasar farmakologi untuk evaluasi dan memahami kerja obat-obat tersebut di sini. Juga terdapat banyak contoh terapi kombinasi untuk PPOK, dengan banyak bukti yang bermanfaat. Jelas bahwa obat-obat yang lebih baik dibutuhkan untuk mengobati PPOK, yang meliputi kombinasi terapi baru. Dengan menggunakan dasar-dasar farmakologi dan kemungkinan tambahan lain berdasarkan berbagai mekanisme rasional yang diringkas di sini menjadi sangat baik untuk mengembangkan terapi baru yang lebih berefek atau memiliki lebih sedikit efek samping daripada zat dan kombinasi terapi yang ada.

0 komentar:

Posting Komentar